Expecto Patronum
Rabu, Maret 12, 2014Don't cry because it's over, smile because it happened.
—Dr. Seuss
Beberapa bulan ini, secara tidak sadar,
saya mulai meninggalkan diary. Pelan-pelan.
Entah apa sebabnya. Mungkin, selain karena tugasnya mendengarkan cerita random saya
telah digantikan oleh netbook di pangkuan, saya juga mulai (sok) sibuk dengan
timbunan laporan yang menunggu dijamah. Pun ada blog yang (bagi saya) telah
menjalankan tugasnya dengan baik dalam empat tahun terakhir.
Meskipun saat ini, bercerita lewat blog
tidak lagi sama seperti kali pertama saya menuliskan cerit-cerita saya di sini.
Saya mulai merasa tidak lepas lagi ketika bercerita. Ada semacam perasaan menahan
diri untuk tidak menceritakan semua bagian dari cerita.
Sampai akhirnya, saat ini saya senang
menuliskan segala sesuatunya di buku agenda merah saya saja. Itupun tidak
sedetail dulu. Hanya potongan keseharian yang membekas di ingatan. Atau
potongan kalimat yang tetiba hinggap di kepala.
Ah, tetiba saya kangen menulis tanpa sensor
lagi seperti dulu. Hahaha.
Di pertengahan hari ini, saya teringat pada
pertanyaan yang pernah saya tuliskan di salah satu halaman diary. Kira-kira begini:
Tidak pernahkah kamu
merasa bahagia karena hal-hal kecil, Ma?
Seingat saya, saya menuliskannya setelah
merasa terlalu sedih sendirian. Di depan cermin. Sambil menantang raut seorang
perempuan bermata sembab— hasil semalaman menangis. Mempertanyakan
ketidakwarasan yang terjadi.
Saat itu yang terjadi adalah saya mulai
sibuk meracau. Saya sibuk mengeluh. Saya sibuk membanding-bandingkan. Sibuk
bermain dengan andai saja. Saya sulit
tersenyum. Lebih gawatnya lagi: saya
merasa tidak bahagia.
Padahal, definisi bahagia bagi saya mudah
saja. Banyak bersyukur dan mulai menghitungi jumlah anugerah yang telah Tuhan
berikan. Kamu tahu, daripada buang-buang waktu menyayangkan hal yang tidak
sejalan dengan keinginan, lebih baik belajar menerimanya dengan baik. Nyatanya
masih saja ada rasa syukur yang alpa saya ucapkan setiap pagi. Lima detik
setelah membuka mata.
Saat menuliskan hal-hal yang bagi saya
membahagiakan, saya teringat pada salah satu tokoh novel kegemaran saya; Harry
Potter, saat berkali-kali gagal membuat patronus yang sempurna.
Patronus ini, kata Profesor Lupin, adalah
sejenis kekuatan positif, proyeksi hal-hal yang menjadi makanan Dementor— harapan, kebahagiaan,
keinginan bertahan hidup… Dan untuk berhasil memunculkan patronus itu, kamu
harus berkonsentrasi pada satu kejadian yang sangat menyenangkan. Pada perasaan
hangat, melayang di dalam perutmu.
Dementor, bagi saya dapat dianalogikan dengan aura kesedihan yang
berusaha menyedot setiap kebahagiaan manusia. Dan patronus, merupakan
satu-satunya cara untuk dapat mengusir Dementor,
satu-satunya alasan agar kamu terus mampu mengingat perasaan bahagia yang pernah
kamu rasakan.
Dari dulu, banyak kejadian-kejadian kecil
yang mampu membuat saya bahagia.
Adalah surga dunia bagi saya, ketika tengah
malam berhujan deras, saya tengah berusaha tertidur di balik selimut tebal,
kemudian mati lampu. Tentu, asumsinya adalah besok hari libur dan lusa tidak
ada ujian tentamen.
Tidak pernahkah kamu merasa gembira ketika
baru saja masuk ke salah satu toko buku, kemudian lagu kesukaanmu diputar? Atau
di tengah perjalanan yang macet, tiba-tiba rasa sebalmu hilang karena lagu
favoritmu mengalun di radio? Saya beri tahu, keduanya merupakan momen kesukaan
saya.
Bahagianya saya ketika hujan turun begitu
deras sesaat setelah saya berjalan pulang, bahkan sebelum saya sadar bahwa saya
lupa membawa payung. Hal selanjutnya yang terjadi, saya akan berjalan telanjang
kaki, sepelan mungkin sampai gerbang depan rumah. Berhujan-hujan.
Atau ini. Menemukan voucher yang dibuang seorang pejalan kaki. Begitu dibaca, isinya
adalah diskon 30% pembelian buku di salah satu toko buku dekat rumah. Juga
ketika mendapatkan bonus es krim saking seringnya belanja di salah satu toko es
krim dekat sekolah.
…masih banyak lagi.
Saat satu kebahagiaan belum mampu membuat
kesedihan saya menguap, saya akan melanjutkan daftarnya sampai semua rasa sedih
saya hilang. Karena menurut saya, kesedihan itu terbagi menjadi beberapa
tingkatan, begitu pun bahagia. Harus ada kebahagiaan dengan takaran tepat untuk
menyembuhkan kesedihan yang menyelimuti.
Seperti Harry saat berhasil mengeluarkan
patronus dari ujung tongkatnya, kemudian mengusir Dementor.
Nah, kamu bagaimana? Kebahagiaan apa yang
pernah kamu rasakan sampai-sampai kesedihan enggan menemuimu lagi? Bisa lho,
cerita sama saya di kotak komentar. Hehehe.
Oh, iya. Jangan lupa pada mantra yang harus
kamu rapalkan: Expecto Patronum!
ashima.
Banyumas, Akhir Februari 2014
Awalnya sedang sedih, kemudian segera
sembuh.
p.s:
Oh, iya. Patronus saya (seandainya saja
diperbolehkan punya) adalah seekor kelinci putih dengan bulu lembut. Kalau
kamu?
38 COMMENTS
Tidak pernahkah kamu merasa gembira ketika baru saja masuk ke salah satu toko buku, kemudian lagu kesukaanmu diputar? Atau di tengah perjalanan yang macet, tiba-tiba rasa sebalmu hilang karena lagu favoritmu mengalun di radio?
BalasHapusini banget kak! :D
Hihihi samaan ya, Han? Tos!
HapusHarus ada kebahagiaan dengan takaran tepat untuk menyembuhkan kesedihan yang menyelimuti. Yup, buat aja list kegembiraan yang pernah dialami, lama kelamaan selama buat list sampe lupa deh kalau sekarang lagi sedih.
BalasHapusJangan sedih, masih ada Cica yang selalu ada untuk Asma :p :p
Hahaha Cica apaan sih gombalin Asma ih.
Hapusyeee, penyuka harry potter ya? :D seru baca artikel ini nih asma. :D
BalasHapusIya tapi penyuka-biasa-biasa-saja :))
HapusJadi, Kak Ismi dari Banyumas...
BalasHapusDengar kata Banyumas jadi inget lagi jenis Banyumasan.. hehehe
Iya nih.. aku juga banyak tugas laporan yang perlu dijamah, proposal penelitian, praktikum pokoknya banyak. Tetapi harus tetap menulis lah, menghilangkan resah dan beban pikiran..
Iya. Menulis bahkan bisa jadi salah satu jalan untuk melapangkan pikiran saat suntuk ya.
HapusExpecto patronum bahasa latin kan ya? Artinya emang seputar aura dan kelakuan positif gitu. Asal jangan Avada Kadavra deh :/ BOOM!! hahaha
BalasHapusKalo Avada Kedavra....almarhum deh ya.
Hapussayangnya harpot udah gak ada lagi ya *padahal tuh film juaraaaa sihir* :p
BalasHapusBuat aja versi Indonesia-nya. Nanti Mbak Titis ikutan main hihi
HapusNggak tau kenapa, tiap baca tulisannya Ashima, asma temen saya jadi kambuh. Hehe
BalasHapusDia cowok atau cewek? Dia butuh nafas buatan kayaknya. Hufet.
HapusAyo kita rusuhkan blogger kembali. :D
BalasHapusHahahaha. Kalau menurut gue, kebahagiaan itu cara bagaimana kita memilih untuk bahagia atau tidak. Situasinya bisa bagaimanapun. Hohoho.
Hem..karena ngga semua situasi yang sama punya kadar bahagia yang sama yang bisa buat kita bahagia. Gitu? Duh, belibet bener bahasanya hahaha.
HapusAku ingat... dulu waktu aku kuliah di Yogya, ada banyak hal sederhana yang bisa membuatku bahagia. Bener2 hal sederhana... seperti saat jalan ke kampus melihat gunung merapi yang menjulang dengan cantiknya, melihat 'hujan' kupu-kupu yang luar biasa cantik, saat menunggu acara tivi yang menurutku bagus banget di suatu hari, saat melihat ada cincin istimewa yang melingkar di jari manis dsb... dsb... Bener2 bahagia itu sederhana sebenarnya :) Kalau sekarang dikit2 mikir kerjaan kantor yang bejibun, angsuran ke bank dll... hahaha
BalasHapusHehehe semakin bertambah umur, semakin bertambah 'kerutan' sih ya soalnya. Kebanyakan pikiran. Coba aja dari 'kebanyakn pikiran' ini jadi salah satu alasan buat bahagia. Bahagia itu sederhana, kan?
Hapusbahagia itu sederhana kalau kita bisa mensyukurinya Ma ;D
BalasHapusaku juga ngerasa bahagiaa kalau masuk toko buku dan lagu kesukaanku diputar, rasanya waw dan lengkap :D
Mu juga mau punya patronus. ahaha
tetep semangat menulis, walau udah ngerasa beda Ma ;D
Hehehe siyap.
Hapusah ngena ni postnya!
BalasHapusbersyukur dengan hal-hal kecil kayaknya harus dilakukan setiap hari.
eh jgn lupa bahagia hari ini :)
Iya. Sudah bahagia sekali hari ini /senyum lebar/
Hapusjgn ingat2 kesedihannya kak. ingat2 berapa banyak Tuhan memberi kita nikmat bernafas, mendengarkan, melihat, berbicara, dan juga waktu yang masih tersisakan sekedar untuk menulis sepotong kalimat :))
BalasHapusitu seharusnya udah bikin aku bolak2 bersyukur ;)
Dan nikmat Tuhan manakah yang kamu dustakan?
HapusI like how JK Rowling has influenced on you , that is why I love Harry Potter!
BalasHapusHehehe that simple thng could make me smile.
HapusKesedihan akan hilang seiring berjalannya waktu :) Walau kadang waktu membuat kita mengingatnya kembali, namun ketika mengingatnya pasti tak akan sesakit petama kali saat merasakan kesedihan...
BalasHapusAsyik bener bahasanya.
Hapuskesedihan datang bersama dengn kegalauan, sedangkan kebahagiaan datang bersama dengan senyuman :)
BalasHapusAh, sayangnya kadang sedih pun bisa berjalan beriringan dengan bahagia. Misalnya....
HapusIya, kebahagiaan bisa datang diwaktu sederhana. Kalo saya bahagianya saat bisa tertidur setelah seharian kelelahan, saat malam hari hujan deras dan saya di kamar memandang keluar minum teh panas. dan saat-saat biasa yg lain...
BalasHapusSaat-saat kesasar di Harian Iseng atau menemukan nama Ashima di kotak komentarnya Hawadis. Gimana?
Hapusaja galau mba :p
BalasHapuscemungudh eaa #edisialay
tapi keren pemilihan diksi tulisannya. saya banyak belajar nih
Mboteeeeen.
HapusTerasa jelas,
BalasHapusbetapa nyamannya aku dalam pelukan 'wanita dewasa' *pfft dewasa:))* itu. Wanita yg kini menjadi seorang dokter muda,
beberapa kali ia menenggelamkanku dalam peluknya,
sekedar menenangkanku. Agar tangisku tak semakin menjadi.
Mata apologetik itu,
menatapku lembut,
menyuruh untuk tidak menangis<3
Tangan halus itu,
juga selalu sigap mengusap perlahan air mata yg mengalir deras di pipiku.
Lalu pundak itu,
tempatku bersandar sembari menceritakan semua alasan tangis,
tempat berpadunya air mata dan senyum bahagia,
ketika kami saling menyemangati satu sama lain.
Mata itu,
sipit, sayu, terasa hangat dipandang sekaligus menyegarkan dadaku yg sering sesak kala merindunya.
Obrolan renyah, ungkapan-ungkapan singkat sederhana penuh arti itu,
just make me standing like a candle in the dark =)))
Gagah tetapi tetap anggun,
ku kenakan jaket kuning almamater dengan jakun berwarna hijau yg tersemat di dada
berdiri tegak tak takut apapun aral melintang,
menjani perkuliahan dengan dukungan penuh dari orang-orang sekitar yg teramat ku sayang.
Terlihat mama dan adik perempuanku dari layar ciut,
yg selalu menanyakan,
"mbak udah belajar? Mbak udah makan? Mbak jangan lupa makan dan sholat ya. Calon dokter gak boleh males."
Percakapan yg selalu membuatku kembali kuat menjalani perkuliahan meskipun jauh dari mereka; mama dan adikku tersayang.
Thanks skype. I'm grateful of having you:))
Menjadi seseorang yg lebih berarti dengan jas putih rapi dan simbol stetoskop yg tercangklong;
memiliki tingkat stratifikasi sosial yg lebih tinggi namun tidak sombong, baik, bijaksana, berbudi luhur, berbakti kepada orang tua, rela berkorban demi sesama.
perlahan itu semua memudar,
semakin memudar
dan tiba-tiba lenyap.
Ku ucapkan dengan lantang, "Expecto Patronum!" maka segera terbentuk seekor singa betina dari ujung tongkat sihirku:))
(ini patronus yg sebenernya mau ku ceritakan pas kamu angkat telponku, lho kak. Tapi karena kamu sibuk aku tulis disini aja) :)))))
kangen sama cerita harpot :)
BalasHapusAda 2 makhluk yang kutakuti sebenarnya, bogart dan dementor ini. Si bogart bisa berubah menjadi apapun yang paling kita takuti, bahkan dia bisa saja bersembunyi di berbagai tempat tanpa kita sadari, dalam hati kecil kita yang paling gelap mungkin? Tapi tak ada hal yang paling mengerikan ketika harapan kita dimakan oleh dementor. Manusia tanpa harpan? Mau jadi apa?
BalasHapusAh jadi pengen baca lagi dari 1 sampai 7.
Bentuk patronusku "Inna ma'al 'usri yusro".
Saya akhir-akhir ini nonton harry potter marathon dari yang philoshoper stone sampe deathly hallows 2 sama adik saya.. sampe-sampe di rumah suka perang mantra sama adik saya sambil pegang pulpen hahaha
BalasHapusHello, there! Welcome to harianiseng. Have you travel around here a lot, and get lost? Make sure to pay a visit later! Love.