Surat Cinta 6: Percakapan Surat
Kamis, November 15, 2012
Ada semu merebak di pipi, 14 November 2012
Untukmu, selalu,
seorang pria yang
kutemukan hangat di matanya.
Ah,
Tuhan. Kenapa Kamu menciptakan makhluk se indah dia di depan mataku?
Malam
ternyata belum menggenapkan tugasnya ketika aku bangun hari ini. Kertas dinding
di kamar basah, terkena rembesan hujan semalam. Ada bantal guling terjatuh,
selimut cokelat yang tersampir sembarangan, bolpoin yang kehilangan tutupnya,
kertas-kertas ulangan tersebar acak; lecek karena ku tiduri; dan guratan
senyummu di genggamanku. Sepi sekali. Duduk. Aku merapal doa bangun tidur dalam
diam sembari berpikir, rasanya ada sesuatu yang berbeda hari ini. Lalu
aku teringat padamu, Sirius. Mengingatmu selalu menjadi satu momen
yang sepertinya mampu meresonansi semangatku. Melumasi sel-sel syaraf di
tubuhku, menggetarkannya jauh, hingga ke bibirku. Menggantung di senyumku.
Terburu-buru
bangun dari tempat tidur, kemudian jatuh ketika aku tersandung langkahku
sendiri. Seperti biasa, aku selalu ceroboh. Ah, ya, cuma kamu yang paling tahu.
Perlahan
meniti tangga ke luar rumah, membuka gerendel kunci dengan mata setengah
mengantuk. Susah sekali rasanya membuka mata di pagi yang dingin seperti ini.
Dan, ah, ya. Itu dia, kamu, berdiri di ufuk tenggara saat-saat pangkal pagi
seperti ini.
Sirius.Bintang
Biru yang paling terang.
Hai, kamu, yang disetiap
genggaman tangannya ku temukan nyata.
Aku
memangku dagu. Bengong di depan layar notebook sendiri dengan kursor
yang terus berkedip hampa. Kau tahu? Dia sedang menggodaku, karena baru satu
paragraf yang ku tulis, aku sudah kehabisan kata-kata. Berkali-kali berusaha
mengeja huruf, menekan tuts satu demi satu, dan berkali-kali pula aku
menghilangkannya. Ini lucu sekali, mengingat aku tidak pernah bisa berhenti
mengoceh ketika bersamamu. Rasa-rasanya pikiran sok puitis ku kali ini belum
maksimal, ya. Hahaha. Tersenyum ketika pandanganku jatuh pada boneka manis
pemberianmu di ulang tahunku tahun lalu. Lucu, ketika aku berpikir, itu
ulang tahunku ke enam belas. dan aku (masih) mendapatkan sebuah boneka.
Hai, kamu, yang hari ini genap
bertujuhbelas.
Berkali-kali
membaca ulang tagline paragraf, dan hey,
Allah sayang banget sama kamu dan umurmu ditambah hari ini. Tujuh belas, ya?
Selamat ulang tahun! Tidak ada hadiah yang paling indah selain doa yang
disenandungkan terus menerus bukan? Bibirku rasanya tidak pernah bosan melafal
namamu di tengah doaku. Bercerita tentang aku, tentang kamu, tentang cinta kita
yang unik, dan memang sudah seharusnya begitu.
Terima
kasih ya, sudah memperbolehkan aku tinggal di kotak-kotak hatimu. Semoga saja
aku bisa selalu menyayangimu dengan cara yang benar.
Semoga
kamu selalu bahagia, ya. Bahagia dengan caramu sendiri, drummer! Semoga suatu saat kelak,
kamu dan sepaket impianmu bisa berkonspirasi menggetarkan dunia. Membuat Ibu
dan Om Tri bangga punya seorang anak laki-laki seperti kamu, membuatmu
menepuk-nepuk dadamu sendiri dengan angkuh. Ah, ya, ini yang paling
penting —dan berhasil membuat seorang gadis di suatu tempat menggoreskan senyum
di rautnya, tanpa rokok dan acara lupa shalat.
Hai, kamu, pemilik lengkungan
senyum yang selalu ku cari-cari.
Sedikit
khawatir sebenarnya ketika menulis ini, takut tidak sempat kencan berdua
bersamamu lagi. Selalu saja kamu berhasil membuatku kangen, untuk sekadar tidak
melihat senyum sapamu hari itu. Kangen itu bukan hal yang menyenangkan buatku,
aku tidak suka kangen, apalagi kangen padamu.
Aku,
kamu, dan kita. Setiap percakapan yang selalu ku maknai, tentang angan-anganmu,
mimpiku, cerita harimu sesiangan tadi, omelanmu ketika aku lupa membawa payung,
keluhanmu ketika flu-mu kumat. Suara beratmu yang keluar dari pita
suaramu. Berbagi obrolan. Setiap tepukan di kepala yang menyenangkan, setiap
genggaman yang menguatkan, setiap senyum yang mendebarkan.
Hei,
aku mau senyummu lagi, yang banyak. Boleh?
Lalu
apalagi?
Aku
sedang tidak bisa mengingat-ingat setiap hal di belakang. Otakku sudah cukup
penuh dengan rumus-rumus trigonometri yang menjemukan, dengan asam basanya
kimia di sela-sela otakku, tangan kanan yang tak hentinya bergerak saat usahaku
mencoba mengerjakan soal-soal fisika di Seribu Pena, dan bahkan masih harus
menyelipkan sedikit ruang untuk mengawin silangkan ayam berpial ercis dengan
mawar.
Dan,
tentu saja, masih ada namamu di sela-sela ruahnya otakku. Berdesakkan dengan
hal-hal bodoh yang saat ini sedang aku pikirkan.
Hey, berpindahlah ke hatiku.
Kamu aman bersamaku!
Selamat
hari Rabu, ya!
Xoxo,
Ma♡
Selamat
Ulang Tahun, sahabat terbaik.
Maaf
untuk semua ucapan yang datang terlambat, ya
Hey,
kira-kira kamu sempat membaca postingan kali ini tidak ya?
0 COMMENTS
Hello, there! Welcome to harianiseng. Have you travel around here a lot, and get lost? Make sure to pay a visit later! Love.