Tarian Menyambut Sabtu
Sabtu, November 03, 2012
Karena
seperti apapun rupamu, kamu tetap saja terlihat yang paling indah di mataku
-- @asmaismi
Ada satu nama hari dalam deretan kalender
yang paling saya suka akhir-akhir ini.
Sabtu.
Ya, saya
menjadi salah satu sekte pemuja hari Sabtu sekarang. Pemuja. Ah, bukan, bukan
pemuja dalam artian sebenarnya, tentu saja. Saya bukan penyembah hari Sabtu,
secara harfiah, menyembah-nyembah hari Sabtu. Saya tidak melakukan adat
istiadat penyambutan hari sabtu. Menyediakan sesaji untuk penjaga hari Sabtu, berupa
uang logam limaratus rupiah, kembang tujuh rupa, makanan aneka warna, atau
mungkin tumbal? Saya tidak duduk
dalam gelap, sendirian, merapal doa-doa sembari menjaga lilin agar tidak lekas
pedam. Saya juga tidak mengagung-agungkan hari Sabtu seperti sesuatu yang amat
sangat sakral, seperti hari Sabtu mengandung hal-hal mistis yang selayaknya
harus dihormati kedatangannya.
Tunggu. Apa
tadi saya bilang hal-hal mistis? Oh,
matilah saya. Mendengarnya saja sudah membuat bulu kuduk saya berdiri,
bagaimana mungkin saya mampu mengatakannya sendiri. Hahaha.
Pemuja
maksud saya kali ini seperti kata-kata ambigu. Multitafsir. Banyak makna.
Ribuan maksud. Seperti yang biasa dilukiskan pujangga-pujangga terkenal, atau
penyair-penyair kampungan yang biasa hidup sengsara. Bah! Sebenarnya, tidak
harus menjadi penyair agar hidupmu sengsara. Jadi anak SMA pun sudah cukup
menyengsarakan :’)
Pemuja. Oh,
ayolah, sedikit berpuitis. Ini malam Minggu kan? Malam yang diagung-agungkan
pasangan muda-mudi untuk berkencan keliling kota. (Saya belum pernah kencan di
malam Minggu, sih. Tapi dalam bayangan saya, kencan malam Minggu itu ya,
keliling kota berdua, hunting makanan berdua, dan akhirnya tidur pulang sampai larut malam). Ha! Kasian kamu
yang jomblo! Sana gih cari pacar. Emang enak, forever alone :p
Tapi buat
saya, malam ini yaa, Sabtu Malam. Malam di mana saya bisa tidur gasik, tanpa
perlu diganggu ribuan pesan dari Pria saya, dan bangun entah jam berapa
keesokan harinya. Hahaha.
Ada satu nama hari dalam serangkaian minggu,
yang selalu saya tunggu-tunggu datangnya.
Sabtu.
Dan ternyata,
saya mempunyai kesamaan dengan anak-anak kost kebanyakan, menunggu-nunggu datangnya hari Sabtu dengan tidak sabar. Bedanya
adalah: Mereka (Si Anak Kost), menunggu hari Sabtu agar bisa mudik ke rumah
mereka di antah berantah, dapat berkecup mesra dengan keluarga di rumah.
Sementara saya (Si Pemuja Sabtu), menunggu kedatangannya (Hari Sabtu) agar
dapat hidup sehariiii saja tanpa tugas, tanpa pikiran besok ulangan dan besoknya lagi remedial, dapat tidur nyenyak tanpa
beban, dan dapat lupa sehari saja bahwa saya ini pelajar SMA yang sebentar lagi
mau intensifikasi. Hahaha.
Saya
menyukai hari Sabtu, karena hanya hari itu saya bisa pulang ke rumah lebih awal
dari biasanya. Jam setengah dua tepat. Dan kalau sedang beruntung, bisa pulang
satu jam lebih awal. Saya bisa langsung merapikan tas sekolah saya, dan
berjalan ke luar sekolah sambil sedikit-sedikit berdoa agar tidak bertemu
dengan orang yang bisa membuat saya pulang terlambat. Hahaha.
Hari Sabtu
adalah jadwalnya beli es krim di toko es krim baru dekat sekolah. Saya paling suka es krim vanilla topping
cokelat serut, dalam gelas besar. Enaaaaaaak :))))) Selain enak sekali rasa
es krimnya, yang perlu diingat, toko es krim baru ini selaluuuuu saja ramai,
ramai, ramai. Hari Sabtu membuat saya tidak perlu mengantre lama karena toko
eskrimnya masih sepi.
Hari Sabtu
adalah jadwalnya menunggu angkot dengan sabar. Karena saya masih punya banyak
waktu untuk tidur setibanya di rumah, tanpa perlu menyusun ulang jadwal karena
yaa, nama lain hari Sabtu adalah hari
lupa sekolah.
Ada satu
nama hari, setelah saya lima hari berturut-turut selalu saja terlambat datang
ke sekolah, yang paling bisa membuat saya terbahak.
Sabtu.
Ya,
datangnya hari Sabtu membuat saya bisa bernapas sedikit lebih tenang. Karena setelah
lima hari berturut-turut, Senin, Selasa,
Rabu, Kamis, Jumat, saya selalu saja datang terlambat, hari Minggu membuat
saya tidak perlu datang ke sekolah dengan langkah kaki tergopoh-gopoh. Saya
sudah terlalu sering terlambat, tapi
tetap saja datang terlambat ke sekolah bukan hal yang mengenakkan buat saya.
Berdasarkan
pengalaman, saya selalu bingung ketika ditanya, Asma kenapa telat?
Kenapa saya
telat? Saya sendiri ngga tau. Saya bangun di jam yang seperti biasa, sarapan
pagi lebih cepat dari biasanya, menunggu datangnya bus tepat waktu, naik angkot
tanpa perlu mangkal; menunggu penuh, dan nyatanya saya masih saja terlambat.
Dan ada satu
hari, dalam raungan cemoohan hari yang lain, di mana saya merasa menjadi
perempuan cantik.
Sabtu.
Hahaha ya.
Tidak perlu saya pungkiri, saya mirip dan persis
seperti halnya anak perempuan kebanyakan; haus pujian. Dan pujian yang membuat kami dahaga adalah cantik. Saya tidak mengada-ada, itu ada benarnya,
dan sebenarnya itu sedikit menyusahkan mengingat tidak semua perempuan itu
cantik (di mata para lelaki) dan tidak semua perempuan cantik memiliki pria
yang bermulut besar.
Beberapa
kali saya bergosip diskusi dengan teman perempuan saya, ternyata jumlah
laki-laki bodoh di dunia ini bertambah banyak daripada laki-laki buta. Alasannya?
Simple! Banyak laki-laki yang lebih
mengutamakan kecantikan perempuan dibanding baik perangainya. Maka penuhlah salon-salon
kecantikan, panjangnya antrean Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin, produk-produk
mempercantik diri laku keras di pasaran, sosialisasi perawatan kulit dan wajah
di sekolah-sekolah. Tujuannya? Hanya satu. Agar perempuan itu (merasa) lebih
cantik.
Anak laki-laki
di kelas pun secara gamblang mengatakan kriteria
ceweknya itu cantik, kulitnya mulus, putih, tinggi, rambutnya hitam panjang,
punya senyum mempesona, sempurna untuk dikatakan sebagai perempuan normal. BAH!
Sana gih pacaran aja sama kuntilanak! Pantesan aja ngejomblo terus :p Hahaha.
Sebenarnya
tidak sulit membuat perempuan tersenyum senang. Katakan saja padanya, hari ini kamu cantik, ketika matahari
sedang terik, dan mukanya sedang abstrak. Dia pasti akan tersipu malu dan
mukanya memerah. Hahaha.
Saja senang
dibegitukan. Sehabis pelajaran olah raga, baju saya basah keringatan, kerudung
mencang-mencong, muka berminyak, dan raut saya super absurd, tetiba ada yang
manggil, Ama cantik.
Oh dunia,
hentikan berkonspirasi membuat saya ingin terbang! Hahaha.
Saya hanya
merasa cantik di hari Sabtu saja. Karena hanya di hari Sabtu saya bisa pakai
kerudung lipat tanpa perlu diburu-buru waktu. Jadi ceritanya begini, awal kelas
XII dulu pertama kalinya saya pakai kerudung lipat model blablabla, dan banyak teman saya bilang,
‘Ih, Asma imut deh pake kerudung kayak gitu.’
‘Wah, Asma ganti tampilan, bagus lhooo. ‘
‘Ama, ganti pelek ya, pake susuk sekarang?’
‘Ada anak baru nih, cantik.’
Dan
begitulah sejarahnya saya senang pakai kerudung lipat macam itu. Hahaha. Lihat
sendiri kan? Saya ini begitu gampangnya kemakan omongan orang.
Sedang
cantik di hari Sabtu, saya jadi kepingin ketemu sama Andi. Hahaha. Kadang saya
cuma sekadar kirim pesan,
”Hari ini
langsung pulang apa engga?”
waktu Andi
bilang “engga, mau main dulu” saya langsung nginyem karena pesan itu sebenarnya
ada maksud terselubungnya, semacam, “Hari ini kencan yuk!” atau “Hari ini pergi
berdua yuk!”
Hahaha.
Dasar perempuan penakut, ngga berani ngomong yang sebenernya :p
Saya sekte
pemuja Sabtu. Dan saya bukan facis. Tentu saja, facis maksud saya kali ini
adalah aliran yang menunggalkan Sabtu, seperti tidak ada hari lainnya. Tidak
ada Senin. Tidak ada Selasa. Tidak ada Rabu. Tidak ada Kamis. Tidak ada Jumat.
Tidak ada Minggu. Hey, yang benar saja tidak ada hari Minggu? -_-
Xoxo,
Ma ♥
0 COMMENTS
Hello, there! Welcome to harianiseng. Have you travel around here a lot, and get lost? Make sure to pay a visit later! Love.