#Tidur Satu Tahun : Pengorbanan
Rabu, Januari 02, 2013
Halo,
semuanya, selamat malam. Selamat tanggal tiga puluh satu Desember dua ribu dua
belas!
Sekarang
pukul 23:03 WIB dan kalian tahu, pembaca kece? Ternyata saya sudah membuang
waktu lima belas menit sendiri —terhitung dari pertama kali saya duduk di depan
meja belajar kemudian membuka notebook, hanya
untuk menatap tulisan yang pernah saya buat.
“terpekur
lama di depan notebook saya. sedang berpikir, ternyata orang-orang di
sekeliling saya begitu luar biasa. ya, hidup memang sulit akhir-akhir ini.”
Hanya
itu. Done.
Saya
mengetiknya tanggal 17 Maret 2012. Ya, delapan bulan yang lalu, ah sebulan lagi melahirkan, hanya
tulisan itu saja. Dua puluh dua kata, sembilan belas huruf A, enam tanda baca,
banyak makna. Ambigu, saya tahu. Saya
sendiri sudah lupa apa yang saya pikirkan ketika mengetik tulisan tadi,
sampai-sampai saya harus bengong di depan layar notebook, sambil mikir. Hmm,
rasanya itu bukan saya banget. Soalnya saya terbiasa berpikir sambil tiduran,
sampai akhirnya ketiduran. Yeah, setidaknya berpikir dengan kesadaran penuh
membuktikan kalau saya ini pernah jadi manusia normal juga. Hahaha.
Di
integralkan turunkan dari kebiasaan saya yang sering menuliskan apa-apa
yang terjadi di sekeliling saya, lalu mempengaruhi jalannya impuls ke otak,
mari kita analisis penyebab saya bisa duduk diam sambil berpikir.
Hipotesis
1#
Saat
itu saya sedang gawaw, kemudian ada temen yang lebih gawaw lagi memutuskan
untuk mengakhiri hidupnya dengan banyak-banyak makan es krim vanilla tabur
cokelat serut. Lalu dia mati keenakan, dan saya jadi berpikir, dia ini luar biasa sekali rela mengakhiri
hidupnya.
Ditolak.
Nggak
mungkin ada temen saya yang mau mati bunuh diri. Matinya keenakan gara-gara
makan es krim Vanilla Cokelat Serut. Itu nggak mungkin (lagi) soalnya toko es
krimnya baru buka dua bulanan kemarin. Dan yang boleh mati keenakan makan es
krim itu cuma saya seorang.
Hipotes
2#
Cuaca
sangat panas terik ketika saya tengah menunggu angkot pulang ke rumah. Lama
sekali angkotnya tidak kunjung datang. Mulai keluar api dari mulut saya.
Membakar becak si tukang becak mesum di depan gerbang sekolah. Akhirnya saya
memutuskan untuk membuka GPS Navigasi Perangkotan. Beep.. Beep.. Beep.. Ah, rupanya semua angkot di Purwokerto
berhenti beroperasi gara-gara kenaikan BBM.
Putus asa. Kelelahan. Panas terik. Kulit takut hitam. Saya memantapkan
hati pulang ke rumah jalan kaki.
Ditolak.
Ini
tambah ngawur lagi, pemirsaaah.
Satu,
saya bukan naga, jadi ngga mungkin ada api menyala-nyala dari mulut saya. Hanya
ada satu hal yang bisa saya lakukan memakai mulut saya untuk membakar
seseorang, bicara terus tanpa henti. Yeah,
biarpun tidak ada apinya, setidaknya saya bisa membuat kuping orang itu panas.
Hahaha. Meskipun saya berharap bisa mengeluarkan api untuk membakar becak si
tukang becak mesum!
-___-
Dua,
GPS Navigasi Perangkotan merupakan salah satu alat elektronik yang masih
(hanya) ada di imajinasi saya saja. Ngga ada betulan. Fyi, alat ini canggih sekali, lho. Saya berharap suatu saat bisa
membuatnya, dan ketika saya berhasil, sudah tidak ada angkot yang beroperasi. Krik.. krik.. krik..
Tiga,
saya ngga mungkin mengorbankan betis saya menjadi lebih seksi gara-gara harus
jalan kaki sejauh dua puluh +++ (plus plus plus) kilometer untuk pulang ke
rumah. Nggak, saya ngga senekat itu.
Hipotesis
3#
Pengorbanan.
Abstain. Sedikit meleset.
Mungkin
hari itu saya mendapat pelajaran luar biasa soal pengorbanan seseorang. Misalnya, ada orang yang sukses luar biasa,
kemudian beliau menceritakan soal pengalaman hidupnya. Ternyata beliau sudah
banyak makan asam garam kehidupan —banyak pengalaman, dan banyak
hal yang rela beliau korbankan untuk mencapai sukses.
Bincang-bincang
soal pengorbanan yang pernah saya lakukan, rasanya sedikit sekali. Saya masih
suka bandel sembunyi-sembunyi baca novel di malam sebelum ujian. Belajar kalau
pengin, belajar kalau dirasa perlu dan belajar kalau membawa keuntungan ß orang gilak. Masih suka online lama-lama, ngulur-ngulur waktu
ngerjakan tugas, sampai akhirnya ngumpulin tugas waktu deadline, orang Indonesia banget!. Ngga doyan dengerin lagu-lagu
nasional Indonesia, malah yang diset Little
Things, Perahu Kertas, I Won’t Give Up, Sahabat Kecil, Jetlag, Payphone.
Masih mentingin self-quality time, di
mana saya lebih suka tidur, leyeh-leyehan, leha-lehaa di waktu-waktu senggang,
dibandingkan melakukan suatu pekerjaan yang ada manfaatnya.
Gimana
kamu mau maju, Ma?
Sadar
dong, sadar!
*toyor kepala*
Padahal
kalau kita tanya ke orang-orang sukses itu, apa
mereka pernah menyesal berkorban begitu banyak, melewatkan hal-hal yang menarik
di masa muda mereka demi menjadi orang sukses di masa depan?
Mereka
pasti bilang, TIDAK.
Yeah,
mungkin mereka malah bangga, termasuk bagian sedikit dari orang-orang yang rela
melakukan pengorbanan begitu banyak.
Sebenarnya
dari awal kelas XI semester dua kemarin saya mulai bisa sedikit mengurangi
hal-hal yang kurang bermanfaat. Saya lebih rajin belajar, malahan superb rajin,
mengingat hari-hari itu saya lebih sering terlambat ke sekolah gara-gara
berubah jadi kalong —makhluk nocturnal. Saya
menikmati sesi belajar saya, membaca-membuat
rangkuman-berlatih mengerjakan soal-berhasil-tertidur di atas modul sambil
tersenyum, menikmati menikmati, lebih dari menikmati belajar yang biasa
saya nikmati. Oh okey, mulai berbelit-belit.
Beberapa
waktu yang lalu, ada seorang teman yang bertanya pada saya,
“Ama, kamu kalo belajar itu gimana sih?”
Saya
diam, dalam hati saya membatin,
”udah lama banget ngga ada yang tanya ginian
ke aku. Apa dia ini baru sadar, aku bakalan jadi saingan ketatnya si orang
jenius, ya?”
Hahaha
oke, saya emang sombong.
Saya
cuma jawab,
“Ya, belajar, dibaca gitu. Belajarnya kalo
emang pengen belajar, ngga boleh dipaksain. Pahami dirimu sendiri!”
Sok
berfilosofi.
Dari
dulu, sebelum melakukan sesuatu, saya terbiasa untuk memahami diri saya
terlebih dulu. Misalnya seperti, apa kamu
siap nglakuinnya? Ketika saya bilang, sekarang
siap!, maka saya akan mengubah cara pandang. Mengubah cara pandang ini
bahasa kerennya adalah menyugesti diri
kita.
Dalam
hal belajar juga gitu. Contoh gampangnya gini, waktu kelas XI dulu saya paling
demen sama materi kimia Stoikiometri. Kenapa? Soalnya kelas saya sampai ulangan
empat kali, empat
kali, empat
kali, empat
kali! (Udah
dramatis belum? :p) Gara-gara nilai hampir seluruh penghuni kelas terjun bebas.
Di situlah, saya belajar banyak lewat pengalaman. Pengalaman memang guru
terbaik.
Saya
mengubah cara pandang Stoikiometri yang rumit, di mana saya harus tahu banyak
mol suatu zat yang direaksikan, berapa liter volume suatu zat sisa, yang
nantinya akan berubah konstanta ketika tidak dalam STP, menghitung berapa gram
larutan yang dibutuhkan untuk menghasilkan sisa sekian mol.
Saya
mempermudah pemikiran sulit tadi menjadi
hanya pelajaran kimia saja yang
dipenuhi angka-angka, huruf-huruf alay untuk menuliskan larutan, NaCl, HCl, CaCO3, mananya yang
ngga alay?, pahami setiap ilmu yang ada di situ. Pahami saja. Tidak perlu
berpikir, apa kita bisa mengerjakan di
ulangan besok? Tidak perlu berpikir, dapat
nilai berapa? Tidak perlu. Hanya pahami saja. Kemudian lakukan usaha
semaksimal mungkin yang bisa kita lakukan. Dan yang ngga boleh ketinggalan
adalah jangan pernah lupa bersyukur atas apa yang sudah kita dapatkan.
Hasilnya?
Ulangan berturut-turut berikutnya saya dapat nilai yang cukup memuaskan untuk
saya sendiri. Bahkan, saya merasa menemukan ‘Separuh Asma’ dalam pelajaran
Kimia ini. Hahaha. Yah, hidup memang tidak terduga, teman!
Ada
satu cerita dari Pak Sartana, guru sejarah kelas XII, yang waktu itu
menginspirasi saya untuk lebih semangat belajar. Pak Sartana ini orangnya kocak
banget dan selama ngajar ngga melulu ngomongin pelajaran. Mungkin dia tahu ya,
sejarah itu salah satu pelajaran yang bawa tekanan batin akibat banyaknya
nama-nama aneh yang sliwar-sliwer, tanggal-tanggal penting yang harus diingat,
banyak kejadian-kejadian di luar kebiasaan, begitulah saya ngga perlu jabarin
sejarah itu kayak gimana. Saya gemeteran ngetiknya hahaha. Tapi senangnya, sebagian
besar jam pelajaran sejarah biasanya habis gara-gara Pak Sartana kebablasan
cerita.
Jadi
Pak Sartana cerita semasa beliau kecil itu hidupnya prihatin banget. Ibaratnya
miskin semiskin-miskinnya orang miskin. Rumahnya bahkan tidak berpintu, dan
tidak ada pengaruhnya karena tidak ada satu benda pun yang berharga untuk dapat
dicuri. Lingkungan rumahnya tidak kondusif, kriminalitas tinggi, di mana banyak
kelab-kelab malam, orang mabuk, berjudi, merokok, bahkan tempat prostitusi,
perempuan-perempuan malam yang carut marut di jalan. Meleng sedikit, beuh,
jangan harap kamu bisa jadi kamu yang sekarang.
Waktu
itu beliau tanya ke seluruh penghuni kelas,
“’Cah ndesa iki, nek nakal paling banter
nakale ngopo?”
(Anak desa, senakal-nakalnya nakalnya
ngapain?)
Hening.
Kebiasaan Pak Sartana yang lain adalah manggil muridnya dengan panggilan yang
amat-sangat-banget menurunkan kasta. Cah
Ndesa, He Paijo, Painem, Umahmu nderik, blablabla and so on.
“Paling ngerokok, mbok. Iya, Gar, Bugar!”
Pak
Sartana minta pendapat saya yang waktu itu kebetulan duduk di bangku paling
depan. Ya, saya dipanggil Bugar sama Pak Sartana gara-gara, kasian nama kok Asma -___-
Lalu
Pak Sartana cerita lagi, kalau dulunya Pak Sartana nakalnya sudah kelewat
batas, lebih dari cuma sekadar merokok. Seingat saya Bapaknya bilang yang belum
kesampaian nakalnya itu cuma dolanan cah
wadon —main perempuan. Eh, bukan cerita ini yang
menginspirasi saya, teman.
Nah
hebatnya, biarpun Pak Sartana ini berandalan ternyata masih ingat kewajiban
sebagai seorang pelajar. Yak, belajar! Sayangnya, seperti yang sudah saya
ceritakan tadi, akibat lingkungan rumahnya yang tidak kondusif, Pak Sartana
kecil baru bisa belajar di waktu lewat tengah malam. Siangnya sepulang sekolah
masih harus bekerja ke sana ke mari membawa alamat mencari biaya tambahan
untuk sekolah. Pak Sartana Kecil tetap semangat sekolah, tetap fokus, fokus
fokus, sampai akhirnya lulus dengan nilai yang memuaskan, dan serentetan prestasinya
di sekolah yang tidak memalukan.
Beliau
bekerja di banyak tempat sebelum dinobatkan menjadi guru sejarah di SMAN 2
Purwokerto, sampai akhirnya menjadi salah satu guru paporit saya. Sukses, mapan, berpenghasilan lumayan,
mempunyai ingatan tajam, tahu banyak soal banyak hal, gawl, kocak.
Pak
Sartana tidak malu menceritakan asal-usulnya. Bukan bermaksud sombong, tapi
memang hanya ingin berbagi pengalaman. Lagipula masa kecil suram seperti itu,
apanya yang mau disombongkan sih? *maaf Pak hehehe :p*
Rumah
buluk yang dulunya beliau tinggali bahkan masih tetap ada sampai saat ini,
meskipun tidak ada lagi yang menempati. Bapak Pak Sartana mengingatkan ketika
Pak Sartana dan saudara-saudaranya ingin merenovasi rumah tadi,
“Kalau memang pengin Bapak pindah rumah,
buatkan saja rumah yang baru. Jangan pernah rubah keadaan rumah kita. Biarkan
saja seperti itu. Supaya kalian semua ingat, sekarang kalian jadi pejabat, jadi
pegawai, jadi orang sukses, ya, dulunya itu kalian asalnya dari rumah jelek
kayak gitu. Biar kalian selalu ingat, Gusti Allah. Biar kalian tidak pernah
lupa bersyukur.”
Yeah,
lain dari keluarga kebanyakan, di mana ketika jadi orang sukses ingin melupakan
kalau dulunya mereka pun pernah jadi orang susah. Mereka langsung kalap begitu
rezeki datang. Belanja-belanji. Shopping.
Beli ini beli itu. Seperti ingin menghilangkan jejak-jejak kemiskinan
mereka dulu. Mencabut bregg.. langsung
dari akarnya.
pict from here |
Pak
Sartana pernah bilang lagi, ketika itu nilai ulangan sejarah pertama
benar-benar memiriskan hati, teman,
“Kalian ini di rumah mbok ngga disuruh
ngapa-ngapain? Ngga disuruh kerja ke sana-ke sini nyari uang kan? Uangnya habis
tinggal nedeng. Pulang ke rumah, makan tinggal makan. Main, ya pergi main. Ngga
berat hidup kalian (Pak Sartana ngga tahu kita keberatan dosa
-_-) Di rumah itu kalian banyak waktu
buat belajar, kan? Pakai waktunya buat belajar! Udah kelas XII masa nilainya
kayak anak baru masuk sekolah kemarin.”
Hening.
Saya
pikir, saya belum ada apa-apanya kalau bicara pengorbanan, bahkan kalau saja
dibandingkan dengan Pak Sartana Kecil. Kadang-kadang saya masih tetap terjangit
penyakit mematikan, malas, alasannya?
Banyak! Ya, capek, ngantuk, sedang tidak fit, bad mood, apasih? Padahal saya ngga punya kerjaan apa-apa di rumah.
Saya ngga disuruh masak, nyuci piring, nyapu lantai, nyabutin rumput, njemur
pakaian, benerin ledeng, ngisi bak mandi. Bahkan ketika saya berangkat sekolah
dan kamar tidur saya berantakan amit-amit, sepulang sekolah saya masuk kamar
tidur dan keadaannya benar-benar clinggg..
betapa hebatnya rumah saya!
Benar-benar
banyak waktu yang selama ini saya lewatkan, bukannya untuk belajar, malahan
mengerjakan sesuatu yang tidak begitu penting. Akibatnya ketika ulangan kalang
kabut belajar Sistem Kebut Sejam. Hahaha.
Okey,
itu cerita kelam masa lalu saya, duluuuuu
sekali.
Resolusi
saya tahun 2013 ini adalah agar saya bisa lebih memanfaatkan waktu saya sebaik
mungkin. Tidak mungkin saya bisa sukses, sementara saya sendiri masih sering
melewatkan hal-hal kecil yang dianggap sepele. Pengorbanan sedikit, yang saya
yakin, pasti ada kejutan Allah yang luar biasa mengintip di belakang.
Semangaaaaat
:D
Ini ceritaku. Apa ceritamu?
p.s.
1. Jangan pernah mencoba menyingkat nama Pak Sartana Kecil jadi berinisial PSK men .__.
2. Begitu banyak yang patut saya syukuri di tahun 2012 kemarin, dan rasanya tidak akan muat dengan menuliskannya di postingan ini. Ini bahkan postingan terpanjang saya sepanjang masa :)
3. Oh yeah, entah kenapa saya jadi ingat sama si Popop.
Hei, Calon Psikolog.. Happy Birthday yaaa. Tidak ada kado terindah selain aku kan? #eh.
Maksudku tidak ada kado terindah selain doa yang dipanjatkan terus menerus, bukan? Bukaaaan..
Haha wish you all the best in your 18th. Be human with a big heart! Terus berkarya yaaa. Jangan lupa terus bersyukur sama apapun yang dikasih sama ALLAH buat kamuuuu..
It is the best thing i ever have to have an adorable boy friend like youuu (not boyfriend fever, key .___. it is using space!!)
♥
aku lagi ngirit nih, 2013 benar-benar menguras isi dompetku. Lagian aku males deh beliin kamu kado, hahaha buat kamu nih.
Xoxo,
Ma ♥
4 COMMENTS
nice info sob
BalasHapusmuuciw om, em bang haha
Hapuskeren banget mbak asma tulisannya (y)
BalasHapusyeah kadang-kadang kakakmu ini emang bisa berpikir jernih dek :D
HapusHello, there! Welcome to harianiseng. Have you travel around here a lot, and get lost? Make sure to pay a visit later! Love.