This is a place where grandmothers hold
babies on their laps under the stars and whisper in their ears that the lights
in the sky are holes in the floor of heaven.
—Rick Bragg
Simbah dan Kakung ♥ | Photo Credit: tumblr |
Ada sebuah detik paling hebat dalam
hidup saya, yang kalau itu terjadi, berhasil meletupkan perasaan saya sampai ke
ubun-ubun: mengobrol dengan kesayangan. Lebih lagi, yang jago membuat saya
kangen. Kesayangan saya adalah yang saya sebut dengan keluarga.
Detik paling hebat ini terjadi maghrib
tadi. Sekaligus menjadi detik paling lucu, selepas saya berpikir untuk lebih
menyederhanakan hidup saya. Mengerjakan segala sesuatunya dengan lebih pelan. Selanjutnya,
ponsel saya berbunyi, telepon dari adik perempuan saya.
Saat diangkat:
“Assalamu’alaykum. Halo, Ma? Ama, ya?”
Suara Simbah menyelusup dari seberang.
Detik itu, air mata saya meleleh.
Sudah lama sekali rasanya sejak
terakhir kali saya sowan ke rumah
Simbah, untuk sekadar numpang makan, mengobrol, mampir sebentar, dan tidur
berdua. Mengisi ulang kangen, kalau saya bilang. Juga kalau saya tambahkan
dengan: isi ulang dompet, boleh tidak?
“Ama sehat?”
Terakhir kali bertemu, Simbah baru saja
opname karena ah, penyakit tua, Umi bilang. Hanya satu hari istirahat di rumah
sakit, hari berikutnya sibuk membantu Kakung berjualan di rumah. Keren.
Ditanya kabar, sebetulnya saya ingin
bilang: Asma kesel, Mbah. Kathah laporan
praktikum, tugas, UAS. Kadang pingin wangsul mengkin titip absen. Kangen.
Sayangnya, mengingat perkataan Umi:
kalo cerita sama Simbah yang seneng-seneng aja ya, biar ngga jadi pikiran.
Akhirnya saya bilang, “Sehat, Mbah.” Lalu,
“Hehehe.” Hehehe untuk hidup ini kampret banget, men!
Kata Simbah lagi,
“Uwis maem? Maem enak, mbok ora karo uyah?”
Simbah menanyakan: saya sudah makan
atau belum, lauknya bukan (uyah) garam, kan. Mendengarnya, saya justru spontan
tertawa. Saya lupa ketika itu saya umur berapa, seingat saya seharian saya
tidak mau makan. Bahkan sengaja dibelikan es krim potong untuk hadiah kalau
saya mau makan pun tidak berhasil. Malahan es krimnya yang keburu meleleh.
Simbah yang akhirnya punya ide menyuapi saya nasi berlauk gula jawa.
Iya, seriously.
Dan ini sepertinya sudah jadi gosip
khalayak bahwa, anak kecil yang tidak mau makan akan diberi nasi berlauk gula
jawa atau gula pasir. Meskipun setelah sudah besar begini rasanya aneh, tapi
dulu makanan ini sepertinya pernah menjadi favorit saya. Hehehe. Sekarang
memikirkannya pun sudah eneg duluan.
Duh, maafkan saya makanan-semasa-kecil :’)
Lalu saya bilang,
“Asma yo ngga segitu
kasihannya nyampe makan lauk garam. Ada angkringan. Ada telur. Ada indomie.
Makan kaya gitu mau sekurus apa, nanti?”
“Iya ngga apa-apa. Namanya prihatin, Ma.”
Kemudian mengobrol panjang, berusaha
menguapkan kangen. Sekaligus terapi untuk menyembuhkan hati saya yang porak
poranda ini.
***
Perempuan yang saya panggil Simbah.
Perempuan yang kuat, tidak pernah
mengeluh berkepanjangan tentang kondisi badannya yang sudah semakin renta.
Sesekali memang bercerita soal giginya yang tanggal lagi, pusing saat baru
bangun tidur, sempat terpeleset saat mau ke kamar kecil. Ah, tapi rasanya
Simbah hanya terlalu bersemangat menjalani hari-harinya.
Simbah satu-satunya tersangka saat
saya-masih-SMP baru pulang sekolah, kemudian ada tetangga yang menyapa dengan: ‘Ih, Mba Ama selamat ya baru menang
lomba ini ya kemarin.’ Karena ini pasti Simbah yang (mau) repot-repotnya
menceritakan progress prestasi saya
ketika sedang berbelanja bersama ibu-ibu kompleks.
Entah. Saya sering kangen masa-masa
ini. Masa ketika saya merasa: setidaknya ada yang bangga dengan perjuangan ini.
Masa ketika saya berpikir: harus selalu menjadi yang terbaik dan bisa
membanggakan. Kesayangan. Siapapun.
Meskipun tidak pernah ada yang bilang bahwa,
Simbah mencintai Kakung. Saya tahu. Selama bertahun-tahun, Simbah mendampingi
Kakung dengan setia. Hingga akhirnya hanya tersisa mereka berdua di rumah. Meskipun
dalam keluarga besar kami, saya belum pernah mendengar pasangan-pasangan saling
melemparkan that i-love-you-stuff, tapi
hal perasaan tidak bisa bohong, bukan? Saya tahu. Saya tahu.
Simbah memang sering mengomel ketika
kami, cucu-cucunya, menginap untuk menghabiskan liburan. Entah karena ribut
berantem rebutan mainan. Entah karena kepanasan (di rumah Simbah panas sekali,
memang). Entah karena makanan yang tidak kami habiskan. Atau karena sibuk
menangis meraung-raung minta pulang.
Saat kecil, saya bahkan pernah disuruh pulang
saat sedang asyik-asyiknya bermain petak umpat karena diberi tugas mencabuti
uban kecil-kecil di kepala Simbah. Kamu tahu, kan, uban kecil itu yang bikin
kepala gatal. Saya mau. Bukan karena sayang Simbah, tapi karena diberi upah
lima puluh perak satu helainya.
Hahaha. Iya, saya matre, ya. Dari
kecil.
Terlepas dari omelan-omelan itu, saya
tahu Simbah baik sekali. Baik….sekali pada cucu-cucunya. Pada kami
bertiga-belasan ini, yang sering mengganggu Simbah ketika tidur, yang sering
memberantaki kasur saat main perang bantal, yang sering memecahkan gelas saat
makan besar.
Simbah bahkan mengingat ulang tahun
saya dengan baik. Betapa menyenangkannya menemukan kue cokelat bertuliskan, Happy Birthday! dari Simbah, sementara
teman lain menyelamati saya karena ada pemberitahuan lewat facebook. Meskipun saya sendiri tidak yakin Simbah mengerti apa itu
Happy Birthday, tapi saya yakin,
Simbah sayang dan cinta sekali pada saya. Mewakili cucu-cucunya.
***
Saya banyak berdoa agar Tuhan selalu
melindungi Simbah dan Kakung dengan sebaik-baik kuasa-Nya. Agar Simbah dan
Kakung selalu dimudahkan dalam segala urusannya. Agar nanti, kalau Tuhan sudah
kasih saya kesempatan untuk sukses, saya bisa pamer ke Simbah. Lalu, Simbah
pamer lagi ke ibu-ibu kompleks. Seperti biasa.
Sehat selalu, ya, Mbah. Mengkin prei Asma meh ngriku. Damel mendoan,
nggeh. Hehehe.
Oh ada bonus foto sama Simbah waktu pelepasan kemarin. Spesial. Soalnya saya jelek banget kemarin, jadi ngga foto sama siapa-siapa. Pft.
Yogyakarta, 10 Mei 2014.
Oh, saya butuh tissue. Mata saya panas, mulai kepingin nangis.
ps.
Tulisan ini diikutkan dalam Lomba Blog CIMONERS
ps.
Tulisan ini diikutkan dalam Lomba Blog CIMONERS
http://cintamonumental.blogspot.com |