Be a Grateful Person
Sabtu, Januari 18, 2014
Ungrateful people forget what they are not
grateful for.
Biasanya, setiap kali saya berangkat kuliah
pukul 07.15, saya bertemu dengan seorang bapak-berkursi-roda di tengah perjalanan.
Setiap hari. Di jam yang sama. Selalu. Kesiangan sedikit, saya hanya akan menemukan
bayangan beliau sudah jauh di ujung pertigaan sebelum kami berpisah jalan.
Usianya mungkin paruh baya. Mengenakan topi
putih menutupi kepala dengan akar-akar rambut mencuat di sela-sela telinga.
Berkacamata. Tubuhnya tidak gemuk, bahkan cenderung kurus dengan otot-otot
melingkar sepanjang lengannya. Terkadang beliau mengenakan kaos berkerah
berwarna cerah, di hari lain mengenakan kemeja dibalut rompi oranye. Bercelana
panjang. Bersepatu sebelah kaki. —Yes, that’s why he always rides his
wheel-chair.
Hingga saat ini, saya masih bermain dengan
tanda tanya: akan pergi ke mana si Bapak-berkursi-roda itu selama ini?
Jawaban yang paling mungkin sejauh ini: mungkin
bekerja. Saya rasa tidak mungkin seseorang sengaja berjalan-jalan di waktu yang
sama setiap harinya, bukan? Ditambah dengan keadaan beliau yang… kamu tahu,
rasanya kamu sudah mengerti apa yang saya maksudkan tanpa perlu bicara mengenai
keadaan si Bapak. Hehehe.
Hal pertama yang terpikir di benak saya—di hari pertama kami bertemu—adalah harinya pasti berat. Berat karena selama ini beliau mengayuh kursi-roda
itu seorang diri, menggunakan kedua tangan tanpa penolong. Istrinya. Anaknya. Even
the pedestrians. No, he just by himself. Begitu terus setiap hari. Mungkin
sudah selama bertahun-tahun lalu.
Dan saya rasa, mengayuh roda kursi-roda
dengan tangan tidak semudah yang dilihat. Pun menempuh jarak yang lumayan jauh.
Ah, akan saya jelaskan sedikit rute perjalanan beliau. Beliau melewati gang
rumah indekos saya, kemudian kami berpisah di pertigaan dekat apotek UGM. Juga
dengan kondisi jalan yang tidak melulu datar. Bahkan menanjak cukup terjal
setelah jembatan Sardjito Yogyakarta. Ditambah lalu lintas yang jarang sepi di
jam-jam produktif setiap paginya.
Kemudian ketika saya 'diharuskan' berangkat
ke kampus jalan kaki (baca: diharuskan dengan tanda petik) dan paling hanya
berjarak dua atau dua setengah kilometer, entah kenapa saya seperti disadarkan
(kembali) bahwa tidak semua orang seberuntung saya.
Ketika saya masih bisa berjalan dengan
normal —dan anggun tentunya, berlari-lari heboh —ketika terlambat masuk kelas,
mengenakan rok berkibar —dan mengembang, juga bersepatu sporty kesayangan, saya malah sempat-sempatnya sibuk mengeluh
sepanjang kaki ini melangkah ke kampus. Bodoh sekali rasanya ketika semua
kenikmatan masih berpihak pada saya, tetapi saya malah begitu pandainya
mengeluh. Padahal apasih yang saya keluhkan? Semacam hal remeh-temeh yang
memuakkan. Dan entah kenapa bisa-bisanya muncul di otak saya kemudian latah
mengeluarkannya seperti orang baru lahir kemarin. Ah perumpamaan yang bodoh
(lagi). Saya tahu.
Kamu pernah mendengar seseorang berkata
bahwa 'bersyukur itu lebih sulit daripada
bersabar'? Pernah? Saya pernah. Dan ketika awalnya begitu menyangsikan
kebenarannya, ternyata itu amat-sangat-benar lho. Coba hitung ada berapa
manusia yang mampu berucap "Alhamdulillah"
ketika ditimpa musibah? Ada berapa orang yang berkata menguatkan sambil
menepuk-nepuk bahu "Bersyukurlah,
Kawan. Kamu sedang diingatkan. Allah sayang sekali sama kamu."
Berapa hayo? Kebanyakan malah berkata
"Sabar yaaaa...". Masih
belum percaya juga? Ah, jangan sampai kamu mengalaminya terlebih dulu agar
membuatmu mampu percaya. Iya-in aja biar cepet deh, ya.
Saya rasa saya masih harus belajar banyak
dengan si bapak-dengan-kursi-roda itu. Masih harus pandai-pandai bersyukur,
bahkan dalam keadaan sulit sekalipun. Yak, belajar lebih banyak bersyukur yuk, mulai
hari ini. Pasti masih banyak karunia-Nya yang luput dari perhatianmu (dan aku).
Jadi... sudah beryukur belum hari ini?
Senyuuuuum.
xoxo,
Ma♡
42 COMMENTS
Aku juga pernah denger : Kalo orang terkena musibah kan harus bilang "innalillahi" atau semacamnya. Tapi yang susah (dan jarang dilakuin) adalah ketika terkena musibah, terus bilang "alhamdulillah" :')
BalasHapusIya karena (katanya) emang susah terus-terusan bersyukur waktu kena musibah, Peh :))
HapusSetiap titik pemandangan dalam perjalanan hidup kita adalah tanda dan petanda yang mesti di pelajari.. Nice share dek :)
BalasHapusSetelah dipelajari.. lalu seharusnya bisa membuat orang menjadi lebih baik ya, Kak.
HapusBisa jadi tidak ada pilihan lain selain bersabar, dan bersyukur. Meskipun ada pilihan lain happy ending tetap pada pilihan bersabar dan bersyukur :)
BalasHapusKalau tidak ada pilihannya, terus apa dong?
Hapusdaripada mengeluh sama hidup, lebih baik bersabar sama bersyukur gtu ma
HapusUh hidup memang sulit akhir-akhir ini. Aku hampir aja latah mau ngeluh lagi. hehehe.
Hapusbersyukur sekecil apapun pasti nikmatnya ditambah terus yaaa :D
BalasHapusiya, Kak. InsyaALLAH :))
Hapushidup emang harus penuh rasa syukur ya. dan cerita lo tentang bapak yang mengayuh kursi roda namun tidak mengeluh, sedangkan gua keseringan mengeluh padahal gak cacat. makasih banget untuk artikel ini
BalasHapusIya aku juga gitu, Bang. Belajar belajar belajar memperbaiki diri nih.
HapusTulisannya si Asma makin in the hoy (baca: keren) banget nih.
BalasHapusJujur, saya paling ga bisa melihat orang dalam keadaan seperti itu. Ingin rasanya, bertanya kepada Tuhan. Menggapa dia menciptakan manusia dengan kekurangannya juga. Setelah saya telaah, ternyata itu ada ujian. Hanya keimanan yang membedakannya. Suatu ujian yang sama berat dan kesulitannya, bila dihadapi oleh dua orang yang berbeda maka rekasinya akan berbeda. Semua sangat tergantung oleh bagaimana tingkat keimanan seseorang memandang dan menilai suatu masalah. :)
Hahaha 'the hoy' ya.
HapusIya dan sepertinya bang Mamat amat sangat mengerti tentang hal ini. Mari berkolaborasi membuat posting yang menyentuh hati pembacanya #apaini.
Bersyukur itu emg sulit-sulit.. ya namnay juga manusia.. Mantep nih nemu blogger jogja.. :) salam kenal
BalasHapusharusnya sih setelah disadarkan, jadi berubah lebih baik ya hehehe.
HapusHalo salam kenal :))
Yuk ! Bersyukurlah untuk hari ini dan seterusnya :)
BalasHapusInsyaALLAH ayook Mbak Titis :))
HapusBersyukur dan bersabar adalah bagian dari ibadah bukan? Heheee keep posting kak salam kenal.
BalasHapusIyaa. Halooo :))
HapusSelain sulit bersyukur manusia juga sulit buat ikhlas. hehehe Salam kenal :)
BalasHapusUdah ngga perlu ditambah lagi daftar ke-tidak-bisaan manusianya hehehe.
Hapusiya sih bener juga kadang bersukur emang dua kali susashnya ketimbang sabar apalgi pas dapet musibah.
BalasHapusmasih muda emang sering ngeluh, aku contohnya. haha
Hehehe ayo segera berubah seperti power rangerss.
Hapussiap!! tapi kok power ranger -_-
Hapusyodah. gimana kalo Bima Satria Garuda?
HapusSelalu bersyukur, nikmat Allah tak akan habis untuk orang yang selalu bersyukur. #okesip
BalasHapus:))
Hapuskeren... kunjungi blog gue juga ya menjadiakustory.blogspot.com hahahaha suka gue
BalasHapusSemoga kamu komentar begini, tapi bacanya sampai habis yaa.
HapusGileeeee... cara mendeskripsikanya keren banget Asma. Bacanya seakan-akan bener-bener berada disana. Analogi syukur dan sabarnya juga keren banget. Aku jarang bersyukur, aku juga jarang bersabar. Aku belih sering berpikiran "inna ma'al 'usri yusro".
BalasHapusHehehe masih belajar kok, Mas. Ah sesudah kesulitan pasti ada kemudahan.
HapusBukan 'sesudah', lebih tepatnya 'bersama'.
Hapuslumayan terharu baca ceritamu, pilihan kata2nya juga bagus, ceritanya singkat nd bermakna, aku suka, hehe...
BalasHapusoya, blogku lagi review tentang buku kroyokanku, dibaca ya, kalo bisa dibeli hehehe...
Hehehe numpang promosi ya.
Hapusbersyukur itu emang penting :)
BalasHapusyeps :))
HapusBersyukur selalu membuat kita tersenyum apa pun keadaan kita.
BalasHapusSetiap ada musibah, marilah kita ambil positifnya saja.
Bapak tersebut bisa jadi mengingatkan kita untuk lebih bersyukur dengan keadaan kita yang jauh lebih sempurna ketimbang dia.
kadang-kadang lingkungan itu semacam memberi pertanda buat kita biar lebih baik lagi, tapi emang kitanya aja sih yang kurang peka hehehe
HapusBlognya Bagus sekali ... :D
BalasHapussalam kenal
Halo. Terima kasih sudah mampir ya. Selamat tersesat :))
HapusDan sayangnya, di Indonesia masih kurang fasilitas untuk difabel. Terkadang kebahagiaan besar memang datang dari hal kecil, melalui orang yang tepat. :))
BalasHapusHello, there! Welcome to harianiseng. Have you travel around here a lot, and get lost? Make sure to pay a visit later! Love.