One Fund for All
Jumat, Januari 17, 2014
Buy what you don't have yet, or what you really want, which can be mixed with what you already own. Buy only because something excites you, not just for the simple act of shopping.
—Karl Lagerfeld
_______________
Ceritakan pada saya hal pertama yang terlintas di kepala saat mendengar ini—
—Karl Lagerfeld
_______________
Ceritakan pada saya hal pertama yang terlintas di kepala saat mendengar ini—
satu
tabungan untuk semua
Photo Credit: google.com |
Tabungan gendut untuk membeli banyak hal? Keinginan yang
terpuaskan dengan mudah? Tidak ada lagi acara windowshopping yang mengiris hati? Tidak ada lagi keinginan yang
terpendam begitu lama? Atau… bingung? Duh, kebiasaan orang pada umumnya adalah
bingung ketika melihat pundi-pundi uang luar biasa banyaknya diberikan kepada
mereka. Kaget. Nah, karena itu dinamakan Uang Kaget! Hahaha sorry lagi ngga jelas begini :)
Kalau saya, sih membayangkan bagaimana rasanya menjadi seseorang
yang dapat beli ini-itu dengan mudahnya. Tanpa membuat daftar panjang apa-apa
yang diinginkan, tanpa perlu susah-susah mengatur prioritas apa yang harus
didulukan. Alangkah menyenangkannya hidup turah-turah
tanpa perlu memikirkan seberapa banyak uang yang dikeluarkan, seberapa
besarnya nominal yang tercetak di struk pembelian.
Semuanya begitu mudah didapatkan. Duh.
Satu tabungan untuk semua. Oke, saya mungkin akan membuat wish-list random saya seperti ini.
Akhir-akhir ini netbook saya
sering hang tanpa sebab. Mungkin
karena terlalu banyak aplikasi yang saya jejalkan dan dia tidak penah bisa menolak
demi melihat saya senang. Duh, kowe
apikan banget, Mbok. Sehat terus, ya! Jadi saya ingin beli laptop baru.
Bukan untuk menggantikan netbook lama
saya, tapi untuk menjadikan mereka teman. Netbook
ini sudah lama sekali jadi teman suka-duka saya dan rasanya ngga tahu diri
banget, ya, kalau saya me-replace tempatnya
dengan begitu mudah. Itu… kurang elegan.
Sepertinya saya butuh jam dinding untuk kamar indekos saya. Susah
juga setiap pagi harus refleks menemukan letak ponsel. Hahaha bukan untuk
mengecek ada pesan masuk dari kamu atau tidak, tapi untuk tahu saat itu pukul
berapa. Ya, ada kalanya saya iseng tidur pakai jam tangan segala, sih. Tapi itu
terlalu merepotkan.
Soal ponsel baru… sepertinya saya sudah hilang rasa. Saya sudah
cukup bersyukur punya ponsel ini, kembaran dengan sahabat saya—meskipun saya
curiga, beliau sudah ganti ponsel baru lagi— dan yaa.. keberadaan ponsel saya
cukup membuat gadis-gadis di kampus terkagum-kagum. Saya merasa populer. Sakarepmu, Ma!
Saya ingin beli beberapa buku yang masuk daftar tunggu pembelian
di agenda saya. Akibat letak toko buku yang terlalu dekat dengan rumah indekos
akhirnya saya beberapa kali berkesempatan windowshopping
ke sana. Tapi karena saya anak kost…
yah jadi harus hemat. Kamu tahu, kan, bagaimana rasanya pergi ke toko buku— di
mana ada ribuan buku yang melambai untuk dibaca, tapi kamu malah pulang dengan
tangan kosong. Me nya kit kan :|
….
banyak lagi.
Bicara
soal kemudahan mengakses financial, saya
jadi teringat pesan Miss Zelvi. Beliau guru les bahasa Inggris saya sewaktu
masih SMA —duh ciye yang udah jadi
mahasiswa. Begini ceritanya…
Jadi secara kebetulan saya satu kelas
dengan, sebut saja, Soraya. Anak perempuan. Manis. Cantik. Putih. Pintar. Jomblo.
Terlahir dari keluarga kelas ekonomi tingkat supermakmur. Kedua orang
tuanya pasangan dokter bedah, kalau saya tidak salah ingat. Tidak perlu saya ceritakan
seberapa beruntungnya ia karena selalu memperoleh apapun yang menjadi keinginannya—dengan
begitu mudah. Setiap hari berangkat-pulang sekolah dijemput sopir. Dan hal-hal
lain yang sepertinya akan menimbulkan efek buruk apabila diceritakan panjang
lebar.
Nah, saat itu sedang nge-trend BlackBerry di lingkungan sekolah. Dia minta
dibelikan pada ayahnya berbarengan dengan permintaannya dibelikan helm agar
setiap pulang les bisa bareng miss Zelvi. Lalu di pertemuan les berikutnya,
Soraya cerita kalau ayahnya menyuruhnya untuk memilih, antara BB atau helm.
Sontak, kami satu kelas tertawa karena itu perbandingan yang semacam ngga
imbang. Antara BB—yang harganya jutaan dan helm—semahal-mahalnya helm berapa,
sih?
Automatic
program saya berpikir, coba dia mau menyisihkan
uang sakunya itu sehariiii saja, pasti dia bisa beli helm sendiri. Tapi
seminggu berikutnya terjadi sesuatu yang amat-sangat-sekali menohok banget… Dia
ke tempat les bawa BB baru dan…. Honda Jazz. What the… Okay, I have told you
that she is a lucky girl, haven’t I?
Kami sekelas cuma bisa diam sambil pasang muka ‘we happy for you, Girl!’.
I hate this moment actually huehehe.
Tamat.
Pulangnya
Miss Zelvi bilang ke saya dan Andhika,
“Kalian tahu, ngga semua orang seberuntung Soraya. Dan ya ngga ada
untungnya juga menyalahkan keadaan. Malahan saat kalian pengin sesuatu dan
kalian nabung uang saku demi beli barang itu pakai uang kalian sendiri, kalian
malah lebih menghargai benda itu, lebih sayang sama benda itu.”
Saya
diam. Andhika diam. Miss Zelvi diam. Lalu saling bertatapan penuh cinta.
Saya
ingat buku-buku koleksi saya. Saya ingat ponsel saya. Saya ingat pernak-pernik
kesukaan. Saya ingat kerudung paris warna-warni.
Saya ingat… banyak hal. Kepala saya sibuk mengabsen benda-benda yang saya beli
dengan tabungan sendiri dan yaaa.. ada perasaan seperti ingin selalu melihat
mereka.. baik-baik saja.
Kamu
tentu tahu perasaan seperti ini, bukan? Perasaan yang membuncah setelah selama
beberapa waktu kamu telah begitu pelit
hemat karena menginginkan sesuatu. Akhirnya, uangmu cukup untuk dibelikan
sesuatu itu. Dan hari yang ditunggu-tunggu pun tiba, kamu berhasil memboyongnya ke rumah. Saya kehilangan prakata
untuk mendeskripsikan perasaan ini. Tetapi yang jelas akan ada banyak perasaan
tumpah tindih membelit hatimu. Sederhananya: senang.
Ah,
selesai menuliskan paragraf tadi, saya baru sadar kalau ternyata sudah lama
saya tidak memiliki perasaan tadi. Hahaha. Saya malu. Malu karena sebagai
seorang anak perempuan nyatanya saya masih belum begitu pandai menyisihkan
uang, kemudian ditabung. Huah, akhir-akhir ini saya terlalu gegabah membeli
barang yang saya inginkan, bukannya membeli barang yang saya butuhkan. Introspeksi, Ma. Introspeksi..
Jadi
setelah membual panjang, saya telah memikirkan matang-matang hal mendesak yang
akan saya beli saat ini apabila diberi satu tabungan untuk semua: barang
logistik kost untuk satu bulan. Sepertinya ide bagus. Hahaha. Satu-tabungan-untuk-semua milikmu, mau dibelikan apa?
xoxo,
Ma. ♡
p.s
Mulai
bulan depan, ah tidak, mulai hari ini sepertinya saya harus segera membuat
agenda pengeluaran dengan cermat. Lalu konsisten mematuhinya —ini yang paling
sulit.
18 COMMENTS
Selamat malam~
BalasHapusaaaaa aku selalu suka kata-kata ceritamu :D
Selamat berhemat anak kos *ngomong juga sama diri sendiri XD
Ah, Mbak Nayla ini satu-satunya temen ngeblog yang masih selalu konsisten posting di blog hahaha yang lainnya menghilang satu persatu di makan rayap.
Hapushihi.. karena rumahku cuma di blog XD
Hapuslah kamu juga temen blogku yang sering posting haha
Gue juga nih pas, apalagi anak kosan, gue mesti nyisihin uang makan dan perlengkapan yang mau gue beli, alhasil gue ngrit banget. saat itu hanya mi instan yang menemani dikala laper -___-
BalasHapusHahaha iya bener banget. Rasanya selalu nunggu-nunggu rekening gendut.
Hapusgua juga lagi nabung. dan susah banget melawan godaan untuk tidak mengambilnya diam-diam. kayaknya ini duit harus dimasukkan dalam lemari besi. haha
BalasHapustulisan lo bagus
Hahaha sini titipin aja ke aku, Bang :p
Hapusiya, soraya beruntung sekali. aku juga pasti akan ikut bertatapan penuh cinta kalo ada dalam episode di atas :)
BalasHapussama, sebagai wanita aku pun begitu. ingin ini, ingin itu, banyak sekali... tapi sayangnya tidak ada doraemon yang dapat mengabulkan semuanya. makanya dari SMA, otak bisnisku udah mulai jalan. pada akhirnya otak bisnis itu yang bikin aku makin hemat bin pelit. hahaa.... ternyata setelah bisa menghasilkan uang sendiri, aku makin sayang untuk membelanjakannya pada hal yang hmm sepertinya bukan kebutuhanku.
Wah keren sudah sibuk bisnis ini bisnis itu. Aku masih terlalu cupu kayanya buat berani ngembangin usaha hehehe. Hmm mungkin gara-gara tahu susahnya nyari uang jadinya sayang dihambur-hambur ya :))
Hapusselalu suka gaya bercerita empunya blog ini :D
BalasHapusHehehe terima kasih sudah repot-repot mampir :))
HapusAku juga punya teman seperti soraya. Kadang emang ada rasa iri. Tp, akhirnya aku lebih bangga dgn diriku sendiri.
BalasHapusKarna aku udah bisa banyak beli barang dgn uangku sendiri.
Jadi aku bisa bersahabat dgn uang.
;-)
Ah tapi kalo lagi ada setan, rasanya pengin banget kaya dia. Gimana enaknya dia tinggal nunjuk barang yang dia pengin, lalu diboyong ke rumah. Huft.
HapusYang membuat aku iri pada orang-orang seperti Soraya itu bukan harta atau keberuntungannya. Tapi... ketika melihat mereka masuk toko buku dan keluar dengan tumbukan buku di dalam kantong belanjaannya. Sementara aku ke toko buku cuma buat nyari referensi bacaan, judul (nanti dirumah dicari via internet kali aja ada e-booknya), membaca gratisan, dan pulang tanpa membawa satupun dari mereka.
BalasHapusOalah tak kira itu meh ngomong gini, "Saya diam. Andhika diam. Miss Zelvi diam, lalu bak teletubies yang kehilangan satu personilnya kami saling berpelukann..." hahahah :D
Hehehe samaan dong, Mas. Tapi gimanapun harus disyukuri deh. Mungkin kita dibolehinnya beli tumpukan buku pake uang usaha sendiri yaaa.
HapusHahaha aku bahkan ngga kepikiran ke situ :p
like your blog cantikkkk :)
BalasHapuswhat if I like you?
Hapusnice post, gaya bahasa nya enak dibaca
BalasHapusbtw tampilan blognya juga menari:D
Hello, there! Welcome to harianiseng. Have you travel around here a lot, and get lost? Make sure to pay a visit later! Love.