Cerita Magang #3: Titik Tolak
Sabtu, Januari 11, 2014
Saya
berjanji, ini akan jadi posting
terakhir dari seri Cerita Magang yang
secara tidak sadar telah saya tuliskan sebanyak dua edisi: Cerita Magang dan Cerita
Magang #2. Seperti biasa, saya memang tidak terlalu pandai mencari judul
yang manis untuk tulisan-tulisan yang telah saya buat. Jadi yang saya lakukan hanyalah menambahkan hashtag tidak kreatif seperti itu.
Hehehe.
Dan
selamat datang untuk kamu yang baru
saja tersesat di harian iseng. Saya
tidak akan membuatmu terpesona dengan
prakata yang bodoh tadi, kemudian buru-buru menutup tab browser karena tidak mengerti apa yang sedang saya bicarakan. Karena itu, kamu boleh membaca seri Cerita
Magang sebelumnya di sini dan di sini.
________________________
Sabtu malam Yogyakarta. Dua
puluh enam derajat celcius. Mendung menggelantung. Hari ke-empat di bulan
Januari dua ribu empat belas. Pukul enam lewat empat puluh menit. Materi
Anatomi bergelinjangan tak tentu arah. Ada rindu bertebaran di bantal.
that light to guide... | Photo Credit: favim.com |
Beberapa menit yang lalu, saya baru saja menyelesaikan membaca ulang buletin Medisina edisi magang tahun kemarin ketika menemukan potret Awak Medisina 2013 di halaman 15 dan 16. Potret hitam putih Awak Medisina tahun lalu. Berdelapan belas. Sumringah memenuhi wajah. Berbagi lengkungan di bibir. Kegembiraan memeluk. Persahabatan. Keluarga baru..
Saya
tidak akan menolak jika diminta bercerita kali pertama saya mengenal buletin
Medisina. Singkatnya. Saat itu hari kedua ospek Fakultas, pengenalan BSO, Awak
Medisina membagikan beberapa buletin Medisina secara cuma-cuma. Saya kalap
ketika tahu buletin itu dibagikan secara gratis karena… rasanya sayang
melewatkan hal-hal menarik terlebih gratis. Hehehe. Di situlah tetiba terlintas
di otak saya —si anak cupu yang haus
eksis, suatu hari ada nama saya masuk di daftar kru pembuat buletin
Medisina —yang selanjutnya disebut dengan Awak Medisina.
Membayangkannya
saja sudah menyenangkan ketika suatu hari ada orang bertanya, Asma yang mana, sih? Lalu dijawab
dengan, Itu lho, Asma si anak Medisina. Dan
secara tiba-tiba personal branding saya
melejit dengan amat cantiknya dibandingkan jawaban, Itu si Asma yang heboh, alay bin ajaib. Huft.
Oke.
Mungkin pencitraannya tidak secepat itu, sih. Membayangkan tanpa kerja nyata
pun sama saja dengan pekerjaan saya sehari-hari: membual. Maka seperti yang
sudah saya ceritakan di edisi sebelumnya, masuklah saya mendaftar Medisina,
magang, dan sampai akhirnya pagi ini…
*drum roll*
Pelantikan Awak baru Medisina.
Sebetulnya,
saya selalu menyukai momen-momen pelantikan.
Apapun itu. Bagi saya, pelantikan menjadi semacam upacara sakral pada suatu
momentum tertentu yang menyenangkan untuk diingat lain kali. Seperti halnya: Pembacaan
ikrar. Penandatanganan serah-terima jabatan. Foto bersama. Jabat tangan penuh
gairah. Tanggung jawab baru yang menunggu diemban. Dan.. sejuta cerita lain
yang akan menunggu masanya untuk dibahas.
Pelantikan
menjadi semacam penanda bahwa ada amanah baru yang sepantasnya dikerjakan
dengan penuh perasaan. Menjadi semacam titik-istirahat-sementara
untuk orang-orang yang sebelumnya telah berjuang keras demi mendapatkan
posisi yang diidamkan, kemudian menjadi titik-tolakan
untuk me-‘nyata’-kan bualan yang dulu sering diucap selama proses
perekrutan anggota baru.
Hahaha
untuk kasus terakhir tidak sepenuhnya benar, sih. Ada beberapa orang yang
memang berdedikasi tinggi dalam suatu pekerjaan sehingga mereka tidak perlu
susah-susah membual ketika ditanya: kelebihanmu
apa? Apa yang membuat kamu pantas masuk mengemban tanggung jawab ini? Uh,
benar-benar ciamik!
Pelantikan
Medisina kemarin melantik Mas Jindan sebagai Pimpinan Umum yang baru; congratulation Mas Jindan, best editor so
far hahaha. break a leg, then! Juga beberapa angkatan 2012 lainnya menjadi Kepala
masing-masing divisi di Medisina: Redaksi,
Riset, Proart, dan Hati; superb for
ya! Maafkan tidak ada nama siapa-siapanya karena... hehehe saya sendiri
belum pandai mengingat nama-nama baru. Kapan-kapan akan saya update tulisan ini, ya.
Lalu
ada pembacaan puisi seorang awak Medisina yang manis dengan senyum menyenangkan
setiap kali dilihat. Idih, si Asma,
bilang aja ngga tahu nama Mbak-nya. Hahaha ketahuan lagi. Puisinya tentang
perjalanan beliau berjuang di Medisina selama satu tahun. Lagi-lagi puisi yang
ciamik. Ah, tidak ada lagi yang dapat saya ceritakan karena seharusnya kamu
mendengarkannya sendiri, lalu menyimpannya di hati. Rapat-rapat.
Diramaikan
pula dengan sambutan berselipkan curhat dari
Mbak Ninis, Pimpian Umum Medisina tahun lalu. Entah, ya, akibat cerita-cerita
Mbak Ninis tentang kehidupan Awak Medisina yang agak… memiriskan—uh, saya kehilangan kata-kata manis untuk mengganti kata
memiriskan di sini. Memiriskan yang saya maksud bukannya
memiriskan dalam artian sebenarnya. Memiriskan… apa ya. Duh, kenapa sulit sekali
menjelaskan. Intinya kehidupan Medisina tidak selalu menyenangkan seperti yang
saya bayangkan sebelumnya. Iya, iya,
silakan bilang kalau Asma memang suka enaknya doang. Silakan. Hahaha.
Hal
memiriskan ini telah berhasil membuat
saya sedikit (banyak) dilema dengan; apa
aku mampu bertanggung jawab di Medisina? Memangnya aku siapa? Aku bukan
siapa-siapa. Kemudian berhuft panjang
tersadar bahwa saya tidak sendirian. Tidak apa bukan kalau (nantinya) meminta
bantuan orang lain hingga terasa begitu merepotkan? Hahaha.
Tapi
satu hal yang saya tahu, bahwa saya akan tetap berjuang semaksimal saya di
Medisina ini. Mari berteriak semangat bersama. Semangaaaaatt!
xoxo,
Ma.
p.s:
Ini
pertama kalinya saya menggunakan kata ‘ciamik’
dalam tulisan saya. Baru merasa cocok saja, sih. Ciamik kedengarannya seperti sesuatu yang keren.. canggih! Ciamik sendiri dapat diartikan sebagai
sesuatu yang bagus atau luar biasa. Ya, tergantung konteks kalimatnya.
Saya
masih tidak menyangka telah menuliskan Cerita
Magang di Medisina hingga tiga edisi. Karena awalnya saya memang hanya
membual saat bilang, mungkin akan ada
seri Cerita Magang ini. Sebetulnya masih (bisa) lebih panjang lagi, tetapi
sepertinya saya mulai kesulitan bercerita. Hahaha.
Semoga
saja kamu membaca mereka dengan
gairah yang sama seperti bergairahnya saya menuliskannya, ya. Melahapnya sampai
habis seperti perasaan bahagia saya saat ini; tidak ada habisnya. Sini, saya
bagi sedikit kebahagiaan ini sebelum melempem.
24 COMMENTS
Selamat ya sudah dilantik:)
BalasHapusHehehe terima kasih, Mas.
HapusEmang pelantikan, apalagi kalau ada kemping, jurit malam, dan pengukuhan dengan pemberian syal, emang paling berkesan. Setiap tahun ajaran baru, pasti ikut UKM baru. Dan cuma ikutan itunya doang.
BalasHapusSukses di Medisina-nya!
Hahaha itu mah kerajinan banget kalo selalu ngincer pelantikannya. Atau... celingukan nyari mangsa ya? Hehehe. Wakss terima kasih :))
HapusWah jadi inget cerita magang gue dulu juga.. asik dilantik nih :D
BalasHapusCiye keinget. Hehehe iya nih bang dege.
Hapusbangga gitu ya kalo jadi anak medisina?
BalasHapusberusahalah.. pasti bisa. :D
Oh tentu tentu :))
Hapuspelantikan ketua RT pasti hadir dong? hehe..
BalasHapusDateng kalo saya ketua RT-nya atau istrinya.
Hapusyang baca puisi namanya mbak dzerlin mak :'3 Ciyeee amak yang awak medisinaaaa
BalasHapusOke tunggu ya aku update dulu. Ciye selamat ya Ipeh. Yook berjuang bersama :))
Hapuswaah kayanya asik ya gabung dengan medisina.
BalasHapusdi kampusku juga ada buletin tapi aku belum gabung -_-
Iya, sini Mut daftar Medisina aja ngga usah gabung buletin kampusmu hahaha.
Hapus<- sudah baca ketiga ceritanya. Lucu. Tulisanmu juga menenangkan, Sekilas warnanya mirip dengan Mbak Windy Ariestanty :))
BalasHapusHahaha itu kan penulis profesional. Aku masih harus belajar banyak banget. Terima kasih sudah begitu baik kesasar di sini Bang! :))
Hapusgaya penulisan lo asik banget ya. semacam menggunakan gaya tutur gitu. keren. gua selalu pengen bisa nulis pake gaya ini.
BalasHapusbtw, ini templatenya ganti apa gimana? makin keren aja nih
Hehehe saking cerewetnya kali ya nyampe kebawa di tulisan-tulisanku, Bang :p. Headernya baruu :))
Hapushaha saya ketawa baca 'Itu si Asma yang heboh, alay bin ajaib' wkwkw
BalasHapusharusnya kalau ada yg nyari kamu, jawabnya 'Itu si Asma, blogger yang terkenal itu loh' ciehh amiinn
asik, resmi jadi jurnalis. bagus nih. teruskan karena ntar kepake loh, entah pas garap laporan, skripsi, atau malah diundang menulis artikel bertema advokasi.. kalau bisa sampe itu kereenn bangett~ orang2 yg bisa memancing pembaca ikut terjun beradvokasi melalui tulisannya itu luar biasa
Hahaha apaan sih Mas Dokter, tapi aamiin deh biarpun agak semacam mimpi :p. Kalo nyari Mas Hafidh mungkin "Itu lho dokter yang jualan takoyaki" haha.
HapusTjiee.. kayanya genre tulisanku belum bisa ngajak orang beradvokasi deh. Itu berat banget masih harus belajar banyak. Hehehe.
semngat!
BalasHapusditunggu sepak terjanganya membuktikan bualan di tenagh kemirisan. Ahahahah :D :p
Ciamik lah postingnya :D
Oke itu pilihan diksi yang bagus sekali hahaha. Terima kasih :))
HapusWonderful article! This is the kind of info that should be
BalasHapusshared around the web. Shame on Google for no longer
positioning this publish upper! Come on over and talk over with my web site .
Thanks =)
Also visit my blog post - 1mr original review (http://tiny.cc/)
aku juga exited bgt nih nunggu pelantikan, . . .
BalasHapusiya dilantik jadi seorang istri *kabuuuur*
Hello, there! Welcome to harianiseng. Have you travel around here a lot, and get lost? Make sure to pay a visit later! Love.