Dek Hanny: Halo!
Minggu, Februari 01, 2015
Dear Hanny.
Hai. Hm, begini pagi ini tiba-tiba saja aku
merasa ingin menulis untukmu. Bukan sekadar mengirimkan chat via whatsapp atau
iseng mengomentari postingan milikmu di path
seperti yang kadang-kadang aku lakukan. Mungkin ini suatu pertanda kalau hari
ini adalah hari spesial buatmu. Atau bisa juga untuk aku.
Aku juga heran kenapa hari ini agak sedikit
berbeda. Aku sedang menstruasi dan saat seperti ini adalah ketika aku
memperbolehkan aku sendiri untuk bangun sedikit lebih siang dari biasanya—tapi
ternyata aku bangun kepagian hari ini. Hujan deras di luar. Dingin menggigit
tengkuk-ku yang telanjang tanpa selimut.
Selewat satu nama ‘Dear Hanny’ muncul di
kepalaku.
Awalnya, aku kira kamu hanya blogger yang meninggalkan komentar
sekadarnya di salah satu postinganku agar dikunjungi balik, lalu menghilang
setelahnya. Tapi ternyata tidak. Setelah membalas komentarmu di postingan yang
ini, tiba-tiba ada namamu muncul di daftar permintaan teman di facebook. Tanpa
ragu aku mengeklik approve.
Saat itu aku berpikir bahwa mungkin saja
ini adalah pertanda kalau kita akan membangun sesuatu ke depan. Dan, ternyata
aku benar.
Setelahnya kita ngobrol banyak di chat facebook dan menjadi saling
mengenal. Lalu tidak sengaja menjadi lebih dekat dari sebelumnya. Tidak lama
kemudian kita saling bertukaran nomor telepon. Kamu manis. Membuatku bahkan
tidak curiga saat memberikan nomor teleponku padamu.
Lalu banyak kejadian aneh dan lucu selama
pertemanan kita. Aku mulai membuntuti cerita-cerita di blogmu, atau repetanmu
di twitter. Sedikit-sedikit aku tahu alasan kegalauanmu, atau keinginanmu yang
super besar untuk menjadi dokter karena katamu; ‘sebaik-baik manusia adalah
yang bermanfaat untuk orang lain’.
Iya. Aku mungkin banyak melupakan detail
sejarah kedekatan kita—duh, ‘sejarah kedekatan’. Tapi percayalah bahwa apa yang
aku rasakan saat itu, pun saat ini, karena diperbolehkan mengenalmu tidak
sesederhana caraku menuliskannya.
Seperti yang sering aku bilang: ‘ada
kupu-kupu beterbangan di perutku setiap kali memikirkanmu’. Atau: ‘belum ada
kosa kata yang tepat untuk mendefinisikan keberuntunganku karena dipertemukan
denganmu, meskipun via digital’.
Ya. Hal-hal manis-manja-berlebihan seperti
itu yang mungkin akan kamu katai dengan: ‘Duh, itu memang kamu banget, Mbakyu!’
Aku berhenti menulis di bagian ini.
Mengambil jeda sebentar untuk memejamkan mata dan membayangkan balasan spontan
apa yang akan kamu buat setelah membaca surat ini sampai bagian ini. Lalu aku
berpikir: kamu mungkin akan tersenyum.
Hei. Kamu tahu sendiri, aku bukan tipikal
perempuan yang bisa memberi petuah-petuah panjang lebar tetapi menggairahkan
sepertimu. Jadi sebagai penutup, aku hanya mau bilang: terima kasih.
Terima kasih untuk pertemanan digital kita yang
manis ini. Ah, sepertinya. Suatu hari nanti kita harus bertemu; curhat soal Kak
Han dan Ilalang, mengobrol soal ini itu, minum teh, dan… berpelukan.
Ayo, janjian!
Oh. Aku tertawa sedikit karena ingat kamu
pernah bilang:
“Jangan panggil namaku. Panggil ‘Dek’ saja,
ya.”
Karang Lewas, Februari 2015
3 COMMENTS
Wah gara-gara ganti nama url jadi jarang main ke sini lagi. Tetep keren Ma. Salam buat Hani. \:D/
BalasHapusHallo dek Hani.. :)
BalasHapusIya memang, semuanya harus diterimakasihkan. :)
BalasHapusHello, there! Welcome to harianiseng. Have you travel around here a lot, and get lost? Make sure to pay a visit later! Love.