Dua Adek: Ayo, Lari!
Rabu, Februari 11, 2015
‘Halo, Dek.’
Baru beberapa menit lalu aku tiba di
rumah. Sudah hampir maghrib. Dan bukannya segera mandi sebelum Nyonya Besar
mulai mengomel—‘anak perempuan harus lebih
sigap dong!’ Aku justru bersemangat sekali membuka netbook, bermaksud melampiaskan nafsu menulis setelah bertemu
kalian tadi sore.
Kamu berdua mungkin akan terkejut
kalau suatu hari menemukan remahan surat ini di sudut lini masa. Siapa tahu ada
angin yang berbaik hati menyelipkannya di beranda kalian. Soalnya dari tadi aku
lihat kalian begitu asyik sendiri dengan ponsel masing-masing. Apa itu namanya
yang sedang tren sekarang? Ah. Smartphone.
Aku dengar tadi kalian saling
menertawakan karena sudah tiga kali ganti akun instagram karena lupa
passwordnya. Beberapa kali mencibir karena mendapat pertanyaan nyeleneh di akun
ask.fm—yang menit selanjutnya segera kalian balas. Bahkan, aku sempat mendengar
kalian membicarakan seseorang dari antah berantah yang kalian idam-idamkan—yang
aku yakin dia adalah seorang laki-laki.
Ah, iya. Maafkan aku karena tidak sengaja
menguping. Tapi percakapan kalian memang sangat menarik untuk didengar.
Kalian kelas berapa? Sepertinya SD,
ya, kelas lima atau enam?
Kalian tahu, tidak. Kalau mendengarkan
percakapan kalian tadi—eh, maksudku menguping, tanpa melihat kalian, aku
mungkin akan menebak kalian sebaya denganku, atau paling tidak kalian sudah
SMP. Tapi tidak. Kalian ternyata masih mengenakan seragam merah putih, dengan
dasi merah ketat melingkar di leher.
Duh. Lebih-lebih saat mendengar
kalian saling mencemooh dengan sebutan jomblo.
Sepertinya kalian tumbuh lebih cepat dibandingkan aku, ya.
Saat aku masih SD, aku bahkan tidak
tahu apa itu istilah jomlo. Aku tidak pernah memegang ponsel kecuali ponsel Doraemon kepunyaan Abi yang pasti akan
membuat kalian menjerit saking tebal dan kunonya. Kebanggaanku saat itu karena
baru punya satu set komputer baru di rumah. Ah, mencetak nama panjang warna-warni
untuk ditempelkan di pintu kamar saja aku sudah bahagia luar biasa. Kalian
membuatku terheran-heran—pun sedikit takjub kalau boleh jujur.
Belum saatnya, Dek, kalian sibuk berteman
baik dengan sosial media yang sebetulnya belum membawa manfaat apa-apa untuk
kalian, kecuali menang banyak-banyakan followers.
Tapi apa asyiknya, sih?
Ayo, Dek.
Sesekali kalian harus mencoba serunya
bermain kejar-kejaran di halaman sekolah saat istirahat. Atau main lompat tali.
Atau main petak umpet. Atau main patok-patokan ular. Atau main
benteng-bentengan. Lalu kadang-kadang diomeli bu guru karena masuk kelas
keringatan. Bau.
Kalian harus mencoba asyiknya
mengumpulkan kertas binder, lalu tukar-tukaran dengan teman lain. Jadi yang
paling heboh rebutan kertas binder gambar princess.
Jadi yang paling bahagia sendiri karena punya kertas binder paling banyak,
sampai-sampai buku bindernya tidak muat lagi.
Ayo. Tunggu apa lagi?
‘Dek, boleh followback twitter-ku,
ngga? Aku yang tadi seangkot pulang sama kalian. Pakai baju warna pink.’
Banyumas, Februari 2015
21 COMMENTS
Tulisannya, rapi banget :' keren abis.
BalasHapusKeresahan sekarang, anak SD udah terlalu cepat dewasa ya -_-
ya di omelin keringatan, keinget waktu SD
BalasHapushahaha
Tulisannya keren
salam kenal yaaaa
Biasalah anak zaman sekarang, Udah anti sosial. Efek tontonan sama lingkungan..
BalasHapusZaman-zaman kita kecil dulu, yang pegang hape itu palingan bos-bos pabrik kerupuk ato orang2 tajir. Kalo hape itu motor, pasti indonesia semakin macet banget.
Jangankan anak sd, anak tk sekarang banyak yang kecanduan gadget
BalasHapusSalam kenal ya^^
Wuiiiih keren, bisa cerita beginian ya :)
BalasHapusEmang sih jujur kalo liat anak zaman skg bawaannya prihatin, pun dg teknologi yg makin maju tak berarti pemikiran anak-anak bisa digerogoti dgn sosial media yg memang belum saatnya.
Emang, Kak. Maklum, mereka anak zaman sekarang, suka nyanyi juga tuh, goyang dumang. :D
BalasHapuszaman udah berubah ya, kangen masa masa kecil kita yang sekarang kayanya ud gaada lagi, miris sih sebenarnya ngeliat anak kecil zaman skrg, dewasanya cepet bgt... oiya salam kenal yaa kk :D
BalasHapusIni realita publik. Dan saya termasuk korban ini semua :D
BalasHapusgue angkatan 90 dan jujur saja kalau yang namanya naksir sama laki zaman SD itu bukan hal yang aneh, hanya mungkin waktu itu belum ada yang namanya social media, internet, hp, jadi gak kesebar dan heboh seperti sekarang,, jadi lebih tertutup, yang tahu hanya teman bermain.
BalasHapusbtw soal binder, ah jadi inget dulu suka ngumpulin biodata temen, sekarang masih tersimpan dengan baik, hihihi
Pangeran selalu kagum sama teknik menulismu asma. Keren, lo.. Kapan, ya. Pageran bisa nulis gini. "Pangeran apaan mah.."
BalasHapusMemang bener yang ditulis dalam cerita. Anak zaman sekarang seperti sudah lupa dengan usia meraka. Mereka sudah lupa dengan apa yang seharusnya dan apa yg tidak.
Bahkan. Mereka juga lupa bahwa masa kecil itu menyenangkan. Pangeran yakin, masa dewasa nanti. Mereka akan memiliki tingkat kebosanan tinggi. Akibat teknologi sudah terlalu melekat di otak mereka.
Kasihan, ya. Waktu tak mengerti zaman. :'(
Anak kali sekarang.
BalasHapusMereka terlalu cepat mengikuti pergerakan zaman. Sungguh kasihan masa mereka.
bangun tidur, main gadget, bangun lagi, gadget lagi, banguuuuuunn , gadget lagi :(
BalasHapusaku terpesona sama gaya nulisnya ^^
BalasHapusaku lupa kalo dulu emang pernah masuk kelas dalam keadaan super wangi gara2 kejar2an disawah bareng temen :v
Anak SD uda jauh lebih dewasa. Ngga papa. Namanya jugak manusia :P
BalasHapushalo, salam kenaaall~~ aku fuji hehehe.
BalasHapusaku suka gaya menulismu
asik banget bacanya, tapi ternyata pendek yaaahh
hehe cukup prihatin juga ya liat anak zaman sekarang, teman adiku aja--kelas 2 SMP, katanya sudah punya mantan pacar 9 orang. padahal aku yg udah kuliah semester 6 ini baru punya pacar satu, belom punya mantan ^_^a
dan anehnya mereka bangga hihihi
Haha, tidak di sana tidak pula di sekitar sini. Tapi yang di pelosok-pelosok negeri masih asyik-asyik saja tanpa menggenggam -Ah, Smartphone.
BalasHapusAh.. anak kecil, udah jago main instagram.. sampe ganti instagram tiga kali. Gue dulu, mainannya tazos pokemon.. anak jaman sekarang emang lebih cepet dewasa sebelum waktunya. Gue pernah ngajar di sd swasta semarang, kelas enam, udah berani pacaran sampe ciuman bibir. miris sekaligues envy.. ehm enggak miris aja maksudnya.
BalasHapusbtw.. minta followback emang udah follow akun mereka berdua? :D
haha
sarat makna nih, ehe. yah gue sama kayak lo, sedih melihat anak2 kecil jaman sekarang tumbuh puber terlalu dini. masih sd udah ribet ngomongin jomblo bellum lagi aktif di medsos. yah, memang, masa kecil mereka engak seseru yang anak taun 90-an alami. main sama temen lari2an itu seru bgt dariada main medsos. ada satu lagi, main galaksin.
BalasHapusNgh... kupikir tadi ini tulisan romantis. Ternyata... cukup bikin meringis lebih-lebih hati nurani menangis.
BalasHapusAhwf, aku bingung harus berkomentar apa, lebih-lebih baca komentarnya bang ed di atas. Sepertinya, selain kita anak muda yang kelak akan menjadi orang tua, orang tua jaman sekarang pun harus turut bertanggung jawab atas fenomena ini... Ah, smartphone..
haha. ya mau gimana juga. alasan mereka pasti zaman udah berubah. mereka gak bakal bisa merasakan lagi gimana serunya main petak umpet, main bola hingga maghrib. berenang di lautan. anak jaman skrg anti gituan.
BalasHapusseperti biasa, surat lo bagus, Ma
Tulisanmu keren ih ;D
BalasHapusHello, there! Welcome to harianiseng. Have you travel around here a lot, and get lost? Make sure to pay a visit later! Love.