Ayo Mulai Mendengarkan

Rabu, Maret 05, 2014

The art of conversation is the art of hearing as well as of being heard.
― 
William Hazlitt



Mendengarkan sebentar. | Photo Credit: imgfave


Beberapa minggu yang lalu, saya (akhirnya) berkesempatan temu kangen dengan salah dua teman dekat semasa SMA. Jarak, yang membuat kami kesulitan saling menyapa secara nyata. Saya di Yogyakarta, mereka masing-masing di Purwokerto dan Bogor.

Seperti lingkaran pertemanan lain, kami saling bersorak di kali pertama kami bertemu. Berteriak kecil. Heboh. Sibuk berkomentar; kamu kurusan, ya? Makin cantik aja, nih atau ya ampun, gue kangen banget. Lalu berbagi pelukan. Duh, berlebihan. Padahal kami baru tidak bertemu dalam hitungan bulan. Hahaha.

Kemudian dilanjutkan karaoke gratis (thanks to voucher hasil korupsi!), makan siang bareng, lalu menghabiskan sore di pelataran SMA kami dulu. Kangen. Sibuk mengenang masa-masa putih abu kami yang (sepertinya) menyenangkan.

Sampai akhirnya saya sadar. Ada satu hal yang mengusik saya selama temu kangen kemarin: kedua orang itu terkadang tidak benar-benar mendengarkan cerita satu sama lain.

Penyebabnya: smartphone baru.

Terkadang, mereka begitu sibuk menunduk— memainkan layar sentuh, membiarkan saya sibuk sendiri dengan urusan kangen. Bukannya terlibat pembicaraan asyik— se-asyik tweet update mereka lima menit lalu. Justru yang terjadi hanya dialog antara saya dengan salah satu dari mereka. Bergantian.

Skenarionya adalah saat saya mendengarkan, satu dari mereka akan bercerita, satu lainnya kadang ikut nimbrung sambil tetap memainkan ponsel di tangan. Mereka lalu bertukar peran, dan saya masih menjadi pihak pendengar.

Sampai akhirnya ketika saya mulai bersemangat cerita, mereka benar-benar sibuk dengan ponsel masing-masing. Tersenyum membaca pesan Line yang masuk, atau terpesona pada foto-foto yang dibagi di Instagram. Oh. Ini semacam Gerakan Pengabaian Asma secara serentak. Dan, ini tidak terjadi sekali dua kali saja. Saya benar-benar ingin memukul meja saat itu saking gemasnya.

Ah, dari kami bertiga sepertinya cuma saya yang menyadari ini karena… cuma saya sendiri yang nggak punya smartphone.

Sabar. Pun setidaknya mereka tetap nomor satu. Hehehe.

_____________________



Oke.  Jadi, cerita saya kali ini adalah tentang mendengarkan.

Tentu, mendengarkan di sini bukannya sekadar mendengarkan, lalu melempar komentar sekenanya. Bagi saya, definisi mendengarkan (yang sebenarnya) adalah kondisi ketika saya dituntut untuk meluangkan waktu, pikiran, hati, perasaan, mata, telinga, bibir, pun semua alat indera lainnya untuk mendengarkan orang lain membuka hatinya.

Mendengarkan sebaik-baik orang mendengarkan. Mendengarkan dengan penuh kasih sayang. Mendengarkan dengan kesadaran penuh. Bukannya mendengarkan sambil melakukan hal lain. Misalnya mikirin mantan. Oh, kecuali bernafas atau berkedip, kamu boleh.

Menurut saya, mendengarkan merupakan salah satu sesi ketika kita diperbolehkan membantu penderitaan orang lain. Sederhananya, membantu orang lain untuk mengosongkan hatinya. Pun meringankan pikirannya.

Jadi begini.

Pernahkah kamu mengalami suatu situasi di mana kamu tidak bisa lagi menyimpan semua bebanmu sendiri? Perasaan berat karena sudah begitu lama memendam segala sesuatunya seorang diri. Lalu, kamu begitu ingin menemukan teman mengobrol. Sembari minum teh mungkin.

Awalnya, hanya percakapan ringan. Mengomentari cuaca yang akhir-akhir ini semakin galau. Atau mengherankan selebtweet yang berani menerbitkan buku kacangan. Sederhana. Sampai akhirnya, kamu terlibat percakapan menyenangkan. Sedikit-sedikit menyelipkan keresahan hatimu. Dan, boom! kamu berhasil menguapkan beban yang sudah kamu timbun.

Pertanda kamu baru saja menemukan teman mengobrol yang tepat adalah saat perasaanmu menjadi ringan. Hangat.

Karena ada kalanya, sebagian orang hanya membutuhkan teman mengobrol yang mau mendengarkan dengan baik. Tanpa perlu repot-repot dibalas perkataan: Asma, aku tahu kamu sangat menderita. Aku tahu kok perasaanmu. Ditambahkan sederet pesan lainnya tanpa diminta.

Saya sendiri merupakan tipe perempuan yang sudah merasa cukup ketika didengarkan (dengan baik) saat saya mulai heboh bercerita. Membicarakan ketakutan, kemarahan, kekecewaan, atau kebahagiaan yang saya rasakan. Sembari menikmati perubahan raut muka dari si pendengar.

Menjadi pendengar (yang baik) tidak perlu terburu-buru nge-tweet: sesi curhat dulu nih, sama @asmaismi, semangat ya! Lalu minta foto berdua untuk share di Path. Ah, rasanya itu tidak perlu.

Sayangnya, saya hidup dan tumbuh besar saat perkembangan teknologi tengah pesat. Generasi digital, katanya. Dan, generasi digital adalah generasi pamer dengan dua kata kunci: Eksis dan Narsis.

Sosial media saat ini, seperti twitter, facebook, instagram dan lainnya menekankan pada kita untuk lebih banyak berbicara dan bukannya mendengarkan. Banyak remaja sebaya saya yang ingin mengeksiskan diri. Menjadikan mereka lebih bangga saat jumlah follower-nya lebih banyak dibanding following-nya. Membuat mereka menghitungi jumlah status yang di-like. Selalu ingin menjadi orang pertama yang update segala sesuatunya. Takut keduluan orang lain. Dan sejenisnya.

Mencitrakan bahwa orang yang pandai berbicara (dapat dianalogikan dengan jumlah tweet perhari) merupakan orang yang sukses. Lupa bahwa kemampuan mendengarkan pun dibutuhkan dan tidak kalah pentingnya.

Sudah saatnya kita berhenti sejenak. Mencoba mendengarkan orang lain dengan baik. Belajar banyak hal. Dan, terima kasih sudah mendengarkan cerita (panjang) saya kali ini. Semoga setelah ini kamu masih ingat untuk tetap mendengarkan, ya!


selamat mendengarkan (dengan baik),



ashima.

p.s
Menjadi seorang blogger yang baik pun sebaiknya harus sering-sering mendengarkan cerita blogger lain, lho. Misalnya, dengan rajin blogwalking ke sana ke mari. Jangan cuma maunya didengerin doang. Hehehe. 

Oh, iya. Pagi ini setelah share tulisan ini di twitter. Mendapat respon seperti ini dari Awal, salah satu teman SMP merangkap teman SMA. Such a good idea.

You Might Also Like

87 COMMENTS

  1. Ya Allah..
    Kadang aku juga merasa seperti itu, nyuekin orang. Tapi semoga tidak selalu seperti itu. Memang, perlu banget mematikan benda pintar itu sekejap saja untuk mendengarkan orang lain.
    Aku juga merasa kalau sekarang2 ini makin nggak suka mendengarkan orang lain. Padahal dulu tidak. Mungkinkah memang karena benda ini.
    Oh, maaf kan kami ya.
    Terimakasih sudah diingatkan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya hehehe karena hal-hal yang berkaitan dengan dicuekin memang kerap terjadi akhir-akhir ini.
      kembali kasih Mbak Ika.

      Hapus
  2. Aduh, ditegur Kak Asma nih, aku sendiri bukan pendengar yang baik, errr... maksudku pada beberapa orang tertentu. Iya sih, kadang pilah pilih teman, tergantung juga. Ada yang ocehannya kebanyakkan, jadi males dengerin. Aku egois juga, pengennya didenger tapi nggak mau mendengarkan.

    Sayangnya, orang yang sering jadi pendengar kadang cuma jawab 'iya' atau apalah yang nggak jadi solusi. Aku mau didengar sama orang yang punya solusi, salah nggak sih Kak?

    Aku bukan pendengar yang baik buat teman sebangku aku sendiri, nggak tau kenapa, rasanya nggak dapat 'feel' bahwa kami benar-benar teman sebangku. Entahlah~

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahaha iya mungkin aku salah satunya yang ocehannya sering ngga bermutu :p
      Memang tergantung masing-masing orang sih mau mendengarkan yang mana. Soalnya telinga kan telinga kita sendiri hehe.
      Itu ngga salah kok. tapi kalo kamu cerita sama orang yang ngga tepat, yang ngga ngerti perasaanmu gimana, ya responnya pasti cuma ala kadarnya aja deh.

      Hapus
    2. Kakak mau nggak jadi pendengar aku? *kemudian hening*

      Hapus
  3. hm, aku juga belum menjadi pendengar yg baik nih. thanks buuat tulisannya yg kembali menyadarkan saya. semoga cepat kembali ke jalan yg benar. hehe.

    emang tujuan alat teknologi kayak smartphone itu untuk mendekatkan yg jauh, tapi terkadang justru menjauhkan yg dekat.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehehe kembalilah, Nak!
      Ah, kok sepertinya benar sekali seperti itu ya. Duh.

      Hapus
  4. Waduh...
    gimana dengan rencana ketemuan kita Juni ini, ya? D;
    gimana kalau aku tak bisa mendengarmu dengan baik?*halah
    gimana kalau aku sibuk tersenyum mengamati aktifitas path 'dia' yg ku ceritakan saat itu?
    ahaha

    Tapi sejatinya emang gitu kak,
    nggak ada orang yg benar2 mendengar (dengan baik)
    Karena semua punya permasalahan sendiri, atau bisa jadi juga ingin didengarkan

    Sebaik-baiknya pendengar, nggak ada yg bakal ikut mikirin apa yg didengarkannya tadi.

    Itu nggak ada. Nggak ada

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sibuk deh puitisasi.
      Iya, tapi itu seharusnya ngga berlaku untuk sekelompok orang-orang tertentu yang memang sudah terbiasa saling berbagi cerita, dek.

      Hapus
  5. Mendengkarkan dengan penuh perhatian ketika teman berbicara sungguh sangat penting. Ini bukan saja menghormati ybs tetapi juga agar memahami apa yang dikatakannya. dengan cara itu kita nggak komentar asal-asalan.
    Terima kasih artikelnya yang bermanfaat
    Salam hangat dari Surabaya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Dan dengan tidak komentar asal-asalan, pasti membuat penceritanya senang karena sudah didengarkan (dengan baik).
      Halo!

      Hapus
  6. bener banget nih hp bisa bikin jadi gak fokus
    ketemu temen harusnya lebih enak ngobrol langsung jd kedistract
    kalo sempet main-main ke siregarkhairunnisa.wordpress.com ya
    thanks

    BalasHapus
  7. Saya dulu begitu mbak apa" harus di update vi status eh sampai teman saya bilang gini > udah update belum tis? *maluuuu* hahahhaa

    kalau sekarang mah lebih jadi pendengar yang berusaha mendengarkan dengan baik :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahaha ternyata Mbak Titis ini diem-diem update-ers sejati ya. Sip!

      Hapus
  8. setuju banget.. ngga tau harus ngmg apa lagi tapi gw setuju sama ini hahaha..
    orang-orang jaman sekarang emang demen banget pegang hape padahal sebenernya mereka lagi ngumpul sama temen-temen mereka. sedih sekaligus miris :(

    BalasHapus
    Balasan
    1. Malahan bisa ada kejadian, mereka saling mention-mentionan di twitter padahal lagi main bareng :))

      Hapus
  9. Sedikit menyadari setelah baca tulisan ini. Karna kadang aku ga bisa jadi pendengar yang baik. Tapi kalau dipikir-pikir emang ga enak sih kalau kita ga didengarkan dengan baik.
    keren lah! :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehehe penulis ini menuliskan pengalaman pribadi sih soalnya.

      Hapus
  10. manusia modern jaman sekarang emang lebih mentingin hp nya ketimbang sama orang yang ada di sampingnya.. kadang gw merasa miris sekaligus sedih, karena apa yang gw alamin pun begini juga.. :(

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehehe semangat, Kak. Kalo sudah memuncak keselnya, dituliskan aja :))

      Hapus
  11. Iya Sih lebih baik mendengarkan daripada bercerita. Karena lebih asik mendengarkan curhatan/masalah orang dan kita bisa membantunya dibandingan dengan masalah sendiri, yang kita tidak bisa menyelesaikannya #PengalamanPribadi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semakin banyak mendengarkan, biasanya jadi pandai memandang suatu masalah dari berbagai sudut pandang, Bang.

      Hapus
  12. wuaaa keren! aku juga suka dikacangin sama temenku, kadang aku lagi asyik cerita mereka sibuk sendiri, terus jawab sekenanya aja. aku juga bukan pendengar yang baik kok, tapi bukannya gara-gara smartphone, melainkan karena buku novel, hehehe :D. makasih postingannya Kak, bermanfaat d-(^_^)-b.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehehe bookworm ya ternyata. Jangan gitu lagi ya, bikin sedih yang lagi cerita :(

      Hapus
  13. memang dunia digital jadi terasa mengubah dunia nyata ya. ada yang lebih suka temenan sama temen dunia maya, padahal yang nyata aja banyak. itulah kenapa ada yang masih heboh sama smartphonenya sendiri padahal lagi kopdar

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehehe soalnya di dunia maya lebih mudah melakukan pencitraan, Mbak.

      Hapus
  14. Rasanya kok adem banget baca tulisan kamu, kata demi katanya enak dibaca, antar paragrafnya nyambung. Bukan bermaksud memuji, tapi emang tulisannya puji-able, sih. Hehehe

    Saya bukan pendengar yang baik, jadi pendengar yang baik itu susah. Makanya kalo ada temen yang pengen cerita, saya suruh cerita sama tembok yang ada gambar Mario Teguh-nya.
    Mungkin ini ide awal Eross SO7 menciptakan lagu yang liriknya: "Aku mulai nyaman.. berbicara pada dinding kamaaar.." Hehehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Apaan ini, Bang. tapi makasih ya lumayan jadi semangat nulis lagi nih :))
      Hahaha sebetulnya tulisan ini sedikit terinspirasi sama lagunya Sheila On 7 yang itu, Bang: ketidakwarasan padakuuuu~

      Hapus
  15. keren mbak, tapi terkadang saya yang kurang didengar orang lain,, mohon pencerahannya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Belajar menjadi pencerita yang baik dulu. Jangan membingungkan orang lain :))

      Hapus
  16. bagus nih artikel, oh ya jangan lupa kunjungan balik dan koment balik ya http://ane-aldi.blogspot.com/2014/03/tempat-magang-dengan-gaji-besar.html

    BalasHapus
  17. bisa jadi masukan dan koreksi diri niih, thanks for sharing :)

    BalasHapus
  18. mendengarkan itu perwujudan kepedulian. menerima, dan kadang otak kita sudah terlalu penuh akan semua "cerita" yang kita dengar.

    salam kenal. :)

    BalasHapus
  19. Yap, blogwalking itu berarti juga 'mendengarkan' cerita orang lain. Kalau cuma sekilas baca dan langsung komentar, itu kayaknya juga hampir sama kayak kalau lagi ngobrol tapi ditinggalin lihatin smartphone ya... :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya. Apalagi kalo komentarnya 'nice post' 'main balik ya'. Duh, dhek.

      Hapus
  20. Semoga aku ga seperti itu u,u Aku kalo lagi main sama temen sih, misal mau bls sms suka ijin dulu, dan untungnya dia mengerti, kak :))

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ah, baiknya temenmu. Sayangnya, ngga semua orang bisa terima ceritanya tiba-tiba dipotong.

      Hapus
  21. Setuju bangeeettt ...

    "... kedua orang itu terkadang tidak benar-benar mendengarkan cerita satu sama lain. ..."
    Ini tragedi ... orang yang nun jauh di ujung HP lebih penting dari pada orang dan sahabat di depan mata

    Dan saya juga setuju ...
    ini pun berlaku juga di ngeblog ...
    jangan sibuk menulis ... one day one post ... produktif ... (lebih tepatnya ... egosentris)
    tapi nggak pernah BW ... hahaha

    Salam saya

    (6/3 : 5)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah akhirnya Pak Dhe bersedia mampir ke blog sederhana saya :))
      Hahaha iya emang miris banget ya kedua kasus itu. Padahal bw ke blog tetangga kan ngga butuh waktu yang lama selama koneksinya lancar.

      Hapus
  22. merasa tersindi -_-
    memang manusia jarang mendengarkan, malah sibuk dgn smartphone.

    kata-kata ini juga bikin tersindir banget : Menjadi seorang blogger yang baik pun sebaiknya harus sering-sering mendengarkan cerita blogger lain, lho. Misalnya, dengan rajin blogwalking ke sana ke mari. Jangan cuma maunya didengerin doang.

    haha. oke, akan memperbaiki diri :D trimakasih sudah mengingatkan lwat tulisannmu Asma :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hayo hayoooo Mumu. Kalo mau blognya rame, yaa harus rajin main ke blog temen, Mu :))

      Hapus
  23. Kalau saya selalu ijin dulu, dengan teman atau suami ketika tiba2 hp saya berbunyi #seperti meminta maaf sebentar mau balas sms, setelah berbalas sms, saya akan mulai meminta teman atau suami saya melanjutkan ceritanya,,, hahaha

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehehe senangnya kalo dimaklumi, Bunda :))

      Hapus
  24. tentang mendengarkan ini juga dibahas sih di ilmu komunikasi. hehe. tapi kebanyakan org sekarang, bukan mendengarkan supaya tau, tapi mendengar sekilas kemudian mendebat. ada jg mendengar sekilas, kemudian asik dengan hp. semakin anti sosial aja nih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah, kerjaannya Bang Arman setiap hari ya ngutak-atik beginian. Hahaha iya kayaknya gitu. Juga nyari kata-kata yang tepat sasaran biar dia cepet-cepet menyudahi ceritanya yang mengganggu itu. Huft.

      Hapus
  25. Jaman sekarang, sekadar mendengarkan saja sudah menjadi mahal ya Mbak... Semoga bisa jadi bahan introspeksi nih... teknologi yang semstinya mendekatkan yang jauh kok malah menjauhkan yang dekat ya...
    Salam kenal :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehehe butuh rasa penghargaan yang tinggi sih soalnya :))

      Hapus
  26. memang jikalau lagi bicara tidak didengarkan tidak enak :(

    BalasHapus
  27. jadi inget ucapan Einstein.... suatu hari dunia ini akan diisi oleh orang idiot yang tidak berbicara satu sama lain karena kemajuan teknologi....

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semakin dapat dibuktikan kenyataannya ya ternyata.

      Hapus
  28. senengnya reuni, tapi kesel ya kalo ada yg sibuk sndiri. Smartphone, emang bs mendekatkan yang jauh dan menjauhkan yang dekat

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehehe lebih kesel lagi kalo jadi pemerhati yang sibuk sendiri itu.

      Hapus
  29. kata mas mas alumni kampus ku, orang ky gt dipanggil autis..
    haha lg kumpul ama temen2, tp malah asik dgn gadgetnya sendiri :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahaha sebutan yang agak menohok juga tuh, Mas.

      Hapus
  30. Kayaknya sampean cocok jadi guru BP Mbk. Hahaaa. Sosok guru BP kan sosok yang selalu sabar mendengarkan unek-unek siswanya. Ayo saya dukung kalau mau jadi guru BP asal jangan Caleg. *kaburrr.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehehe saya jagonya mendengarkan, bukan memberi solusi, Pak.

      Hapus
  31. iya ya.. kalo terlalu asyik sama gadget, bisa-bisa jadi lupa untuk 'mendengarkan'

    BalasHapus
  32. sekarang banyak orang yang ngomongnya sama layar.
    saya sampai pernah ditegur orangtua, soalnya pas bertamu malah sibuk sama gadget. :(
    tapi sekarang saya udah agak taubat kok :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehehe beruntung masih ada yang menegur, bukannya malah disumpahin, Mbak :p

      Hapus
  33. aku sih kayaknya kebanyakan mendengarkan tapi gak bisa mengucapkan...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Coba kalo dituliskan gimana? Pasti jadi menggelegar banget, tuh.

      Hapus
  34. kalo gue sih beda. kalo ketemu temen SMA. udah pasti: "jangan pura2 lupa ya, lo kemaren utang teh es sama gorengan 5 ribu waktu kelas 2 dulu." Sedetail itu... :))

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahaha semacam baru kemarin ketemu, padahal aslinya berminggu-minggu ya Bang.

      Hapus
  35. Asma-ismi...
    Keren banget nih,,, bener apa katamu, “intinya orang harus mau didengar agar kita didengarkan juga oleh orang lain”. jangan mau dikomentari saja, tanpa mau mengomentari...
    Sip, hargailah oranglain yang ingin kau dihargai..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, Mas Agha. Jadi semacam simbiosis mutualisme gitu hehehe

      Hapus
  36. huehehehe cara gampangnya kalo mau ketemuan bialang aja gaboleh bawa hape.
    atau pas lagi ngobrol suruh hapenya dikumpulin jadi satu dan gak boleh digunakan kecuali ada sms/telpon yg penting..

    tapi saya sendiri blom nyobain sih
    wkwkwk

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehehe iya pokoknya harus cari win win solution sih.

      Hapus
  37. ketika yang dekat menjadi jauh, dan yang jauh menjadi dekat. (akhir zaman)

    BalasHapus
  38. Hahaha sama-sama ndak punya smartphone dan mulai dipudarkan oleh dunia nih kita. *toss* :))
    Gue juga kalo ngumpul sama temen-temen biasanya suka main yang game hape itu sih. Hohoho.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahaha Bang Adi emang dasar sukanya ikut-ikutan aku kok :p
      Oh, aku barusan tahu kemarin itu, jadinya belum pernah praktekin deh. Jomblo lagian siapa yang mau dikabarin, Bang? :p

      Hapus
    2. Faaaaakk. Hahaha kurang ajar kau Asma. Kalimat terakhirmu itu lohh..

      Hapus
    3. Hahahaha aku kirain ngga bakalan di baca lagi sama Bang Adiiiiiii :p

      Hapus
  39. aku gak punya hp, apalagi smartphone, kak, jadinya kalo lagi dengerin ya dengerin (dengan baik) ><

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ah, pertahankan ya. Nanti bisa dapet award lho.

      Hapus
  40. Kalau aku suka dengerin cerita orang, cuma kalau ceritanya tidak aku mengerti aku hanya bisa bilang "ooo","ooh yaa", "aku gak tau, tolong jelasin dong!" dan sebaginya.
    Awalnya aku memang bukan pendengar yang baik juga. Tapi sbelumnya aku udah pernah baca2 tentang berkomunikasi yang baik sama orang lain, ya salah satunya mendengarkan dan antusias agar lawan bicara kita senang dan merasa dihargai. Bukannya kalau bikin orang senang dapat pahala?? ya gak??? soalnya aku hanya ingin menerapkan kata-kata ini "Kalau ingin dihargai, maka hargailah orang terlebih dahulu" :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Duh, ngga bisa bilang yang lain lagi selain 'setujuuuu' banget sama Mba Laila :))

      Hapus
  41. Ashma kita samaa...paling sebel deh kalo lg nongkrong dan pengen cerita2 tp yg diajak cerita mlh asik sm gadgetnya, ya maklumlah jaman secanggih ini emang lama2 bisa bikin bangsa ini makin engga peduli sesama.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehehe iya emang ngeselin, tapi hak dia sih buat ngga dengerin cerita kita. Coba kapan-kapan dimention waktu lagi sibuk sendiri, Mbak :p

      Hapus
  42. Alhamdulillahnya aku bukan tipe orang yang suka main hp pas lagi ngumpul sama temen2, kecuali emang lg genting banget buat disuruh pulang cepet. Yap, mendengarkan itu perlu. Banyak banget hal hal yg ga kita duga bisa diambil dari curhatan lain. Kayak hikmahnya, atau mungkin kita bisa dapet inspirasi nulis dari sana. Hehehe bukan maksud manfaatin penderitaan org sih. Btw makasih ya artikelnya manfaat!!! :):D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Setuju. Lewat mendengarkan cerita orang lain itu bisa sekalian memandang suatu kasus dari berbagai sudut pandang. Hehe ibaratnya gitu sih.

      Hapus
  43. saya termasuk yang sering sensi ketika sedang rapat atau ngumpul bareng maah pada sibuk mainan smartphone. Kalau saya sedang bersama kekasih biasanya HP kami taruh di meja dan di silent. ga boleh ngangkat kecuali urgent. Smartphone make people dumber if not used wisely

    BalasHapus

Hello, there! Welcome to harianiseng. Have you travel around here a lot, and get lost? Make sure to pay a visit later! Love.

FRIENDS OF MINE

Subscribe