Untuk Pengumpul Rindu

Jumat, Juni 20, 2014



Untuk sepotong hati tempat saya biasa mengumpulkan rindu. Untuk sejumput sosok yang dulu selalu tersenyum setiap kali saya memanggil: Mas.

Yogyakarta tengah kegerahan ketika saya (akhirnya) berusaha menuliskan sepucuk surat ini. Meskipun saya tahu, Mas mungkin saja tidak sempat membacanya kali ini. Tapi tidak apa-apa, Mas. Toh saya memang senang melakukannya. Mas masih ingat, kan, tentang kebiasaan saya yang pandai merayakan perasaan lewat rangkaian kata?

Semalam, saya menemukan tumpukan kartu pos kiriman dari Mas. Berjejalan di kotak bekas sepatu yang, entah sejak kapan, menyendiri di sudut kamar. Ketika saya mengeluarkan mereka— pelan-pelan, hati saya melarang untuk kembali menangis karena mengingat Mas. Mereka penuh kenangan. Mas tahu itu, kan? Sampai saat ini, saya bahkan masih saja pandai mengingat momen ketika Mas mengirimkan kartu-kartu itu lewat pos.

Ada selembar kartu pos yang paling saya sukai. Siluet seorang gadis berkepang dua, tengah menari di bawah hujan. Mengotakkan si matahari petang yang mengintip sedikit, menyuarakan keemasan di palet Maha Sempurna-Nya. Potret yang memerangkap mata saya sekian detik setelah menerimanya di genggaman.

Lalu bagian lain yang menjadi favorit saya adalah pesan Mas di lembar baliknya. Dengan tulisan semrawut dan sulit terbaca —mungkin Mas menulisnya di atas laju kereta, atau berdesakan di peron dengan backpacker lain— ada kerinduan yang Mas selipkan di sana.

Katanya: ‘Banyak orang susah payah mencari kebahagiaan hingga ke ujung dunia. Padahal, bahagia itu sederhana. Seperti gadis kecil ini, yang pandai merayakan hatinya dengan main hujan. Atau seperti kamu, Dek. Kamu pandai membuat Mas tersenyum. Bahkan di kali waktu Mas mengingat masamnya rautmu ketika merajuk. ‘

Ah, Mas. Itu kalimat paling romantis yang pernah Mas berikan kepada saya selama kita masih bersama, bukan?

Saya tahu, Mas bukan tipe pria yang berkemeja licin dengan bunga mawar di kali pertama kita berkencan. Mas juga bukan sesosok pria yang pandai melemparkan rayuan manis pada saya, bahkan (lagi-lagi) ketika saya ngambek karena Mas lupa janji menjemput saya sepulang sekolah. Mas juga bukan bagian dari pria yang membuat gadis-gadis lain menahan napas setiap kali Mas lewat.

Mas hanyalah seorang pria dengan kaos yang itu-itu saja, mudah berkeringat saat makan, pandai menenangkan saya saat marah, terdiam setiap kali saya mulai mengomel ketika menstruasi.

Sepertinya Mas harus tahu, saya tidak pernah menyangka bisa jatuh cinta pada Mas.

Ketika gadis lain saling pamer kencan mereka di restoran mewah, Mas hanya mengajak saya ke toko buku atau menggandeng saya makan siang di warung rames dekat kampus Mas. Atau mendengar betapa romantisnya mereka menghabiskan malam berpeluk di atas kendaraan keluaran terbaru, Mas hanya mengajak saya bepergian naik angkutan umum. Memilihkan saya tempat duduk dekat jendela agar tidak mabuk. Mas pun tidak pernah pamer barang-barang canggih yang sama-sama tidak saya miliki.

Mas sosok sederhana. Dan kesederhanaan Mas itulah yang akhirnya mampu membuat saya jatuh hati pada Mas. Berkali-kali. Saya tahu, saya jatuh cinta pada Mas dengan begitu sederhananya. Sayangnya, melepas Mas ternyata bukan lagi persoalan enteng.

Ah, Mas. Kapan terakhir kali Mas membuka blog ini?

Tiba-tiba saya kangen pada celetukan Mas yang menyebalkan setiap kali saya pamer postingan baru. Atau muka sok bingung milik Mas yang pura-pura belum membaca posting yang saya tuliskan untuk Mas. Sengaja. Ingin membuat saya merajuk seharian.

Padahal saya tahu, Mas nyatanya tidak pernah alpa menengok blog saya setiap harinya. Padahal saya yakin, Mas ternyata salah satu pengagum rahasia blog saya di garis terdepan. Salah satu pembaca setia, dari sedikit sekali orang yang menunggu-nunggu postingan terbaru. Saya kangen, Mas.

Oh, iya. Saya masih ingat kalau hari ini ulang tahun Mas. Sudah berapa tahun, Mas? Dua puluh satu, ya. Hei. Untuk ukuran seorang gadis berseragam SMA seperti saya, umur dua puluh satu itu ternyata kelihatan tua sekali lho, Mas. Hehehe. Jadi, Mas ingin hadiah apa tahun ini? Biasanya setiap kali ditanya ini, Mas langsung cerewet sendiri mendaftar barang-barang yang Mas inginkan. Ah, Mas memang matre kok ternyata. Wee! :p

Sayangnya, tahun ini kita tidak bisa merayakannya bersama-sama lagi, ya. Tahun lalu, Mas pergi satu hari sebelum hari ulang tahun, Mas. Momennya tepat sekali. Lalu, Kak Theo tadi bilang, orang-orang yang meninggal menjelang ulang tahunnya adalah orang-orang terpilih. Mereka adalah orang-orang yang dikasihi Tuhan karena bisa merayakan ulang tahun bersama Tuhan di sana.

Ah, pantas saat itu Mas semangat sekali pergi menemui Tuhan. Ternyata ada kodenya. Ini bulan ke dua belas Mas pergi. Seperti apa surga, Mas? Semoga Mas tidak kepincut pada bidadari di sana, ya. Mas bolehnya hanya jatuh hati pada saya saja. Titik.

Selepas kepergian Mas, saya berusaha memperbaiki hati saya. Dulu kita kompak menghilangkan anak kuncinya, bukan? Membuat saya kesulitan mengeluarkan setiap bungkusan cinta yang ada. Membuat saya repot membuang rindu untuk siapa.

Tapi, Mas. Jatuh cinta pada Mas membuat saya banyak mengerti. Ada kalanya, jatuh cinta tidak selalu manis seperti dongeng. Membuat saya tidak lagi takut mencintai dengan penuh. Menggenggamnya erat-erat supaya tidak lepas. Dan, mencintai dengan kesederhanaan ternyata semenyenangkan ini, Mas!

Terima kasih, Mas untuk semuanya. Hujan titip salam. Katanya kangen sama kaos merah muda Mas. Ingin dibuat luntur lagi.

Saya tidak menangis saat menuliskan ini. Mas lihat kan, betapa kerennya saya?

Yogyakarta, 20 Juni 2014

ps. 
824 kata. menuliskan ini karena mengikuti #RegasGA oleh @adittyaregas.

Biarpun ini cuma fiksi, tapi kamu boleh mengenang seseorang yang begitu penting bersama saya. Yuk! 
  
________

Update: 
tulisan ini menjadi salah satu pemenang di #RegasGA yang pertama. Yeay! 

You Might Also Like

9 COMMENTS

  1. Keren banget kak:)) btw gue juga mudah berkeringat saat makan kak, fyi aja sih.

    BalasHapus
  2. ah.. ya ampun, gak bisa bayangin, kalo orang yang bener-bener dicintai tlah pergi. Jadi ingat NENEK ku. hiks... :'(

    BalasHapus
  3. *brb menghapus air mata*
    keren postingan nya, kasma :D

    BalasHapus
  4. duh maasss. galau banget ini.
    eh, kok aku merasa dejavu ya. kayaknya pernah baca surat cinta kayak gini juga di blog mu.
    apa gua keseringan baca surat cinta disini ya?

    BalasHapus
  5. AAAAAKK.. Diksinya bikin gue melted...

    Gue bingung mau komen apa. Tapi, keren-keren...

    BalasHapus
  6. ih salut, walau pun fiksi tapi cerita nya ngena banget. semangat !

    BalasHapus
  7. Ini fiksi, tapi terhanyut untuk membayangkannya. :'3

    BalasHapus
  8. uhuhh.. gue sempat mengira ini bukan fiksi, sempet merinding juga bacanya.
    keren mba! X))

    BalasHapus
  9. Asmaaaaaaaa.... Ini kereeeeennnn... Semua surat2 yang ditulis keren-keren...

    Ternyata ini fiktif, tapi kaya nyata membacanya... Huaaaa asma kereeeennnn... Seneng bisa kenal harian iseng. Aslikkkk...

    BalasHapus

Hello, there! Welcome to harianiseng. Have you travel around here a lot, and get lost? Make sure to pay a visit later! Love.

FRIENDS OF MINE

Subscribe