#Day 5: A Place Where I Called...

Kamis, November 21, 2013

Home wasn’t a set house, or a single town on a map. It was wherever the people who loved you were, whenever you were together. Not a place, but a moment, and then another, building on each other like bricks to create a solid shelter that you take with you for your entire life, wherever you may go.”
Sarah Dessen, What Happened to Goodbye
 


weheartit.



Malam ke 55, serigala menggigit bulan separuh.

Malam ini, hitungan saya jatuh di bilangan lima puluh lima. Mengabarkan bahwa sudah lima puluh lima hari berlalu sejak pertama kalinya kaki ini menginjak bumi Yogyakarta. Ya, saya menghitung betul hari-hari yang saya lewati di sini. Merasakan anginnya. Menikmati hujannya. Mencomot udara panasnya. Pun dengan membawa tanggung jawab baru di pundak: perjalanan menuju impian.

Hitungan dari hari pertama hingga ke lima puluh lima bukannya sebentar, namun tak terasa telah saya lewati dengan begitu cepat. Dulu, di minggu-minggu pertama saya di sini, berjuang begitu keras untuk dapat beradaptasi dan memahami lingkungan baru, saya begitu mudahnya menangis. Ya, hati saya rapuh kala itu. Pfft…

Rasanya ada begitu banyak hal remeh yang mampu membangkitkan elegi saya. Ketika tengah merapikan kamar kos. Menghabiskan makan malam sendirian sambil menonton film bajakan lewat netbook. Saat-saat duduk panjang di tengah malam dengan balutan mukena, berdoa banyak-banyak. Bahkan sekadar pesan,

“Assalamu’alaikum, selamat pagi, Nduk. Segar dan sehat ki, pagi-pagi jalan-jalan haha.”

dari Umi selalu membuat mata saya memanas. Kangen. Ingin pulang.

Hal-hal kecil ini begitu menyedihkan saat itu.Tapi sekarang saya bahkan bisa tertawa ketika mengingat dan menuliskannya. Hahaha. Sepertinya hati saya sudah sembuh. Dan… Membicarakan suatu tempat tinggal maka sama saja dengan menyentil ego seorang perantau tahap beginner seperti saya. Ketika rumah, menjadi begitu dirindukan saat gemanya menyelinap di indera pendengaran. Ketika pulang, masih menjadi suatu momen yang paling ditunggu setiap saat. Membuat saya teringat pada rumah —juga pada orang-orang yang begitu saya sayangi di dalamnya.


Agak sedikit sedih juga ketika diharuskan membuka folder-folder lama untuk menemukan foto rumah yang pernah saya potret. 


Foto ini saya ambil sekitar tahun 2010. Libur panjang setelah kelulusan SMP. Sudah tiga tahun hingga saat ini, dan banyak perubahan yang terjadi pada bangunannya dan orang-orang yang tinggal di dalamnya. Keduanya tumbuh berdampingan, memenuhi hati saya selama delapan belas tahun terakhir.

Saya pernah cerita tentang rumah saya di posting yang ini, membacanya mengingatkan saya ketika dulu saya selalu saja memilih segera pulang ke rumah daripada hangout bersama teman-teman. Ketika lebih baik membaca buku dan makan siang di rumah daripada ngobrol tanpa ujung. Ketika lebih baik menyalin pelajaran daripada ngomongin kakak-kelas-ganteng yang bahkan saya tidak tahu yang mana. Kamu boleh panggil saya geek kalau mau.

Dan, ah, sepertinya masih tetap berlanjut sampai sekarang. Bukan. Bukannya homesick, tapi lebih pada sayang menghabiskan uang untuk makan di sebuah tempat makan yang agak berkelas, ketika masih banyak buku yang saya idamkan. Bukannya pelit, tapi karena masih banyak cucian di kos yang menunggu untuk dijamah daripada kebingungan dengan alur cerita yang teman-teman saya buat. Bukannya anti masyarakat, saya hanyaa… ah, pada akhirnya saya harus bilang kalau saya hanya belum menemukan tempat saya. Hahaha ngga bisa berkelit lagi deh.

Beberapa kali saya diajak pergi makan bersama geng Muslimah Ganas. Juga sering cerita ini itu —merepet curhat, dengan Amal. Dan memangnya hubungan seperti apa, sih yang bisa disebut lebih dari seorang kenalan baru? Saya ngga ngerti bagian yang ini. Persahabatan anak perempuan memang terkadang sulit. Hahaha.

________________________

Ingatan saya tentang rumah bukan sekadar bangunan kotak bercat cokelat dengan orang-orang yang selalu saya rindukan. Justru pada kebiasaan-kebiasaan keluarga saya setiap hari, pada momen-momen kebersamaan yang menghadiahkan tawa, pada obrolan ringan bertukaran cerita seharian, pada sesi mengobrol panjang setiap malam dengan Dek Shofi, masakan buatan Mbak Mar, pada nasihat-nasihat Abi, pada jam makan malam bersama di ruang keluarga sambil rebutan channel TV.

Ah, saya rasa saya mulai merindukan omelan Umi setiap pagi —mengingat begitu susahnya saya dibangunkan. Hahaha.

Sudah tengah malam ketika saya sampai pada bagian ini. Membiarkan sunyi mengambil alih keadaan dan hanya suara lembut tuts keyboard yang terdengar, berkejaran dengan pikiran saya yang bergoyang liar. Saya termenung panjang. Mengingat kembali momen-momen kebersamaan saya bersama orang-orang yang selalu menguatkan saya selama delapan belas tahun saya hidup. Pun sebaik apapun keluarga baru saya di Yogyakarta, betapa menyenangkannya mempunyai sahabat-sahabat baru yang luar biasa di Gizi Kesehatan UGM, terkadang mereka tetaplah tidak dapat menggantikan orang-orang yang saya rindukan. Tapi saya tahu, bahwa saya tidak pernah sendiri.



xoxo,



Ma 


p.s:

mungkin saya harus segera keluar dari zona nyaman saya. hahaha saya memang sukanya hanya memperlebar wilayah kekuasaan. huh emang ya rakus.

You Might Also Like

33 COMMENTS

  1. kata-kata yang paling akhir, nyentuh banget ke hati :)) hehehehe
    emg asalnya dari mana?
    bytheway, boleh minta fllbcknya? :)) thx before^^

    BalasHapus
  2. kenangan tentang rumah dan keluarga akan selalu indah :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. dan mereka akan selalu tumbuh bersama dengan bertambahnya usia saya.

      Hapus
  3. aku juga udah 4 tahun ini merantau. dan pas pulang kampung, wow banget. tetangga pada pangling, kondisi lingkungan rumah yang bener-bener berubah.
    dan artikel ini malah bikin aku ingin cepat pulang :((

    BalasHapus
    Balasan
    1. berjuang banyak-banyak di tanah rantau. lalu pulang. majukan kampung halaman.

      Hapus
  4. tulisan dari hati itu selalu bikin pembacanya mudah tersentuh..
    tulisannya bagus :)
    saya sih pernah juga jauh dr rumah, dan rasanya emang gak enak..
    tapi demi cita-cita apa sih yang engga..
    tetep semangaaat yaaa ^^

    BalasHapus
    Balasan
    1. iyaaa sukses kan ngga datang sendiri. harus banyak pengorbanan yang dilakukan hehe

      Hapus
  5. Hmmm, semakin lama terlihat tulisannya keren banget, Ma.
    Begitulah rasanya, bila jauh dari kampung halaman dan keluarga.
    Sadar gak sadar, rindu pasti akan terus menghantui.

    Berjuanglah, nak! Gapailah cita-cita-mu dan buat lah bangga mereka. (orang tua) - Kata tetangga sebelah, yang tidak ingin disebutkan namanya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. hehehe masih tahap belajar ini Bang.
      iyaaaa siaaaap tetangga yang sebenernya disuruh BangMat ngomong :p

      Hapus
  6. Semoga selalu merindukan rumah ya.
    karna dari rumahlah kita mengenal kehidupan.
    Salam kakak!
    Mampir ya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. kalo lupa rumah itu kaya kacang lupa kulitnya kakak.

      Hapus
  7. saya sebenarnya ingin sekali merantau, jadi anak kos, ingin merasakan jauh dari kelurga so that they won't control my life anymore.
    tapi ketika saya baca ini, saya benar2 bisa merasakan bagaimana seseorang sangat rindu berada di rumah bersama orang orang yang disayangi.
    dan kini saya merasa bersyukur saya masih disini, dikelilingi keluarga saya :)
    nice post, dear.

    BalasHapus
    Balasan
    1. the lucky you kak Inggit :))
      orang bilang harus merantau, belajar kehidupan.. dan yaaaa ada banyak banget hal yang bisa dipelajari ketika jauh dari orang tua.

      Hapus
  8. Wah. Hai kawan seperjuangan. Saya pun merasakan apa yang anda rasakan. Saya merantau dari rumah menuju sebuah penjara suci. Sebut saja ia pesantren. hehehe

    BalasHapus
  9. ya gitu deh rasanya jadi anak perantauan, suka inget rumah, dan suka galau kalo lagi pengen banget pulang tp baru nyadar rumahnya jauh banget *oke ini curhat* nikmatin aja, jangan terlalu dipikir, jadiin tantangan, hidup diperantauan itu sebuah pelajaran besar loh, kita jadi lebih mandiri dan lebih memahami hidup, dan yg pasti kita jadi lebih menghargai nilai uang

    BalasHapus
    Balasan
    1. hehehe mbak aseh mah emang perantau super! aku kan masih beginner, mau belajar menata hati dulu #tsah.

      Hapus
  10. waduh homesick nih hihi.. ya memang sebagai anak muda harus cari pengalaman di tempat lain ^^

    BalasHapus
    Balasan
    1. hehe keliatan banget homesicknya ya. iyaaa bener :3

      Hapus
  11. Sayaaaaaaaaaaaaaa ! Homesick, mungkin karena nyaman kali ya. Tapi beberapa tahun lalu saya ngekos eh tenyata sabtu-minggu masih aja pulang ke rumah hehe.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehehe iya mau gimanapun rumah dan segala isinya selalu bikin kangen.

      Hapus
  12. Semacam menulis diary tapi dikemas dengan kata-kata yang indah :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Juga ditulis dengan penuh perasaan. Hahaha.

      Hapus

Hello, there! Welcome to harianiseng. Have you travel around here a lot, and get lost? Make sure to pay a visit later! Love.

FRIENDS OF MINE

Subscribe